Jakarta (Greeners) – Peristiwa kekerasan di Rempang kembali terjadi pada Rabu (18/12) sekitar pukul 00.50 WIB. Satuan pengamanan PT Makmur Elok Graha (PT MEG) menyerang warga yang menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
Kekerasan ini terjadi di Kampung Sembulang Hulu dan Kampung Sei Buluh, Rempang, Kepulauan Riau, serta menyasar posko keamanan warga. Akibat serangan tersebut, delapan warga menjadi korban kekerasan fisik, dengan luka ringan, luka sobek di kepala, dan luka berat. Beberapa korban juga mengalami patah tangan, terkena panah, serta trauma.
Sebagian warga pada akhirnya turut mengevakuasi diri dengan lari masuk ke hutan untuk menghindari berbagai serangan brutal. Serangan tersebut juga menyasar pada belasan kendaraan bermotor dan mobil milik warga yang berakibat pada kerusakan.
Perwakilan Koalisi Masyrakat Sipil YLBHI, Edy Kurniawan mengatakan seharusnya peristiwa ini tidak terjadi. Lembaga-lembaga negara dari awal berani harus bersikap tegas melindungi warga Rempang dan meninjau ulang PSN Rempang Eco-City.
Sejak satu tahun terakhir, warga Rempang berkali-kali mengadukan peristiwa kekerasan yang berulang kepada lembaga negara. Menurut Edy, seharusnya lembaga-lembaga ini mampu memitigasi potensi kekerasan di Rempang. Kejadian ini membuktikan kegagalan lembaga negara tersebut untuk menyelesaikan konflik di Rempang.
BACA JUGA: 10 Hak Masyarakat Adat Terampas Akibat Proyek di Rempang
“Pola rentetan serangan terhadap warga Rempang dalam satu tahun terakhir melibatkan kepolisian, TNI, BP Batam, dan kelompok premanisme yang dimobilisasi oleh PT MEG, serta diorkestrasi oleh pejabat-pejabat pusat. Serangan ini telah menimbulkan pelanggaran HAM,” kata Edy lewat keterangan tertulisnya, Rabu (18/12).
Korban pelanggaran HAM mencakup perampasan tanah dan kekerasan terhadap ratusan hingga ribuan warga Rempang. Sehingga, situasi ini mengarah pada pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusiaan dan pemindahan atau pengusiran penduduk secara paksa.
Kecaman terhadap Intimidasi
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Syamsul Alam Agus juga menyatakan kecaman keras terhadap segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan premanisme oleh perusahaan terhadap masyarakat adat Rempang.
“Aksi premanisme oleh perusahaan tidak hanya melanggar HAM. Aksi itu mengancam keberlangsungan tradisi serta lingkungan yang telah masyarakat adat jaga selama berabad-abad,” katanya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat adat adalah penjaga ekosistem dan warisan budaya bangsa. Hak mereka atas tanah adalah hak yang diakui oleh konstitusi, seperti yang tercantum dalam pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Menurut Syamsul, tindakan premanisme oleh perusahaan menunjukan kelalaian dalam menghormati prinsip-prinsip keberlanjutan, etika bisnis, dan keadilan sosial. Padahal, keadilan untuk masyarakat adat adalah pondasi untuk keberlanjutan sosial, budaya, dan lingkungan.
Desak Presiden dan DPR
Atas kejadian yang berulang ini, Solidaritas Nasional untuk Rempang mendesak Presiden Prabowo dan DPR RI untuk memastikan perlindungan kepada masyarakat adat dan tempatan Rempang atas wilayah adat mereka. Mereka juga menuntut dengan tegas agar seluruh rencana pengembangan PSN Rempang Eco-city segera dibatalkan.
Selain itu, mereka meminta Kapolri Listyo Sigit untuk memerintahkan jajarannya menegakkan hukum secara serius dan tegas atas seluruh peristiwa intimidasi dan kekerasan kepada masyarakat Rempang.
BACA JUGA: Dana Nusantara Dorong Masyarakat Adat Lebih Sejahtera
Mereka juga meminta Komnas HAM mengawasi dan bertindak tegas atas rentetan pelanggaran HAM yang terjadi di Rempang. Komnas HAM juga perlu mengkoordinasikan dan memastikan skema-skema perlindungan kepada seluruh masyarakat adat dan di Rempang.
Solidaritas Nasional untuk Rempang juga mengajak publik untuk bersolidaritas dan mendukung perlindungan terhadap masyarakat adat dan tempatan Rempang atas wilayah adat mereka. Mereka juga mendesak pemerintah dan DPR untuk segera membatalkan seluruh rencana pengembangan PSN Rempang Eco-city.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia