Jakarta (Greeners) – Salah satu hal terbaik di dunia adalah bisa melihat orangutan dapat hidup bebas di alam. Salah satu kisah sukses pelepasliaran orangutan adalah orangutan “Susi”. Setelah menjalani proses rehabilitasi selama 5 tahun, Susi akhirnya dilepasliarkan pada 20 Mei 2016 di Hutan Lindung Gunung Tarak oleh IAR Indonesia bekerjasama dengan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Seksi Konservasi Wilayah I (BKSDA SKW I) Ketapang dan Dinas Kehutanan.
Susi diselamatkan oleh IAR Indonesia dari kasus pemeliharaan ilegal satwa liar dilindungi di Pontianak. Pemiliknya yang kejam memasang rantai di leher Susi selama bertahun-tahun. Akibatnya di lehernya terdapat luka infeksi terbuka, bernanah dan mengeluarkan bau tak sedap. Luka ini disebabkan oleh rantai yang mengikat kencang lehernya. Bahkan ketika diperiksa, ada karet yang tertanam di kulit lehernya.
Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta mengatakan bahwa proses pelepasliaran Susi ini panjang, pada tahap pertama sudah dilepasliarkan tapi ternyata Susi sakit dan diambil kembali oleh IAR dan BKSDA. Kembalinya Susi ke BKSDA karena terpantau sakit dan tidak lincah di lapangan.
“Proses pelepasliaran sangat panjang karena harus betul-betul dinyatakan siap untuk dilepasliarkan baru kita lepas. Sebenarnya di BKSDA tidak memiliki mekanisme baku untuk memantau setiap individu yang dilepasliarkan seperti alat pelacak kami tidak ada, tapi kami memantau secara umum di bagian tertentu Kalbar untuk menilai populasi di seluruh Kalbar yang telah dilakukan secara rutin. Dalam hal ini kami juga dibantu oleh IAR yang mana mereka mempunyai mekanisme sendiri dan melaporkan kepada kami selaku pemerintah,” ujar Sadtata saat dihubungi Greeners melalui telepon, Selasa (26/03/2019).
BACA JUGA: Orangutan Sumatera Ditemukan Kritis dengan 74 Butir Peluru Bersarang di Tubuhnya
Sadtata mengatakan bisa dipastikan kondisi Susi aman karena tidak ada laporan gagal kepada BKSDA, dan semuanya berjalan dengan baik. Selain itu, banyak orangutan yang dilepasliarkan yang dinyatakan berhasil selain Susi ini. Kisah Susi merupakan salah satu kisah keberhasilan dari sekian kisah orangutan yang berhasil dilepasliarkan.
Sementara itu, dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh IAR Indonesia, keberhasilan pelepasliaran juga tidak bisa dinilai dalam waktu singkat. Diperlukan waktu minimal satu tahun untuk bisa menilai suatu pelepasliaran gagal atau berhasil. Banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan pelepasliaran. Faktor ini terdiri dari kemampuan orangutan itu sendiri, baik kemampuan survive maupun kemampuan adaptasi dengan lingkungan baru.
Kemampuan bertahan hidup sebagai orangutan meliputi kemampuan memanjat, mencari makan, serta membuat sarang. Selain itu ada faktor lingkungan, meliputi jenis dan jumlah pohon pakan oranguran serta populasi asli orangutan di suatu kawasan.
BACA JUGA: Kepolisian Majalengka Selamatkan 79 Kukang, 10 Diantaranya Kini Dirawat Intensif
Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez mengatakan tim IAR yang bertugas memantau perkembangan orangutan yang dilepasliarkan dengan cara mencatat pergerakan, aktivitas, sampai jenis makananan yang dimakan. Pencatatan ini dilakukan setiap 2 menit sekali. Proses pemantauan bisa berjalan 1-2 tahun. Hasil pemantauan ini akan dievaluasi secara berkala oleh orang yang kompeten di bidangnya. Hasil evaluasi inilah yang menjadi penilaian terhadap keberhasilan pelepasiaran orangutan.
“Susi dipantau perkembangannya di alam sejak pertama kali dilepaskan pada bulan Mei 2016 sampai sekarang. Berdasarkan hasil evaluasi perilakunya selama ini, Susi dinilai berhasil beradaptasi dan hidup di alam bebas,” ujar Karmele.
Karmele mengungkapkan bisa melihat orangutan menjalani kehidupan barunya adalah hal terbaik setelah sebelumnya begitu menderita oleh perlakuan manusia. Susi cukup beruntung mengingat banyak orangutan bekas peliharaan yang pada akhirnya tidak bisa lagi dipulangkan ke habitat aslinya.
“Ketika orangutan yang telah menghabiskan waktunya bertahun-tahun menjalani rehabilitasi, mempelajari lagi kemampuan bertahan hidup sebagai orangutan, kemudian mampu bertahan hidup di habitat aslinya, itu mengingatkan kita betapa cerdasnya mereka. Proses rehabilitasi ini memakan waktu, tenaga, upaya, serta dana yang tidak bisa dibilang sedikit, tetapi semuanya itu terasa lunas ketika kita bisa melihat orangutan ini bisa kembali hidup bebas di habitat aslinya,” katanya.
Penulis: Heribertus Suciadi (IAR Indonesia), Dewi Purningsih (Greeners.co)