Jakarta (Greeners) – Berbagai upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lakukan untuk memastikan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Salah satunya melalui pemecahan struktur kelembagaan direktur. Direktorat Pengelolaan Sampah dan Limbah Berbahaya Beracun KLHK, kini memiliki Direktur Pengurangan Sampah dan Direktur Penanganan Sampah.
Kedua peran ini hadir menyusul penerbitan Peraturan Menteri LHK Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Organisasi dan Tata Kerja KLHK. Pemisahan dua direktur tersebut juga KLHK fokuskan untuk mencapai menargetkan 100 % pengelolaan sampah. Yakni pengurangan sebesar 30 % dan penanganan sebesar 70 %. Pengelolaan sampah mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah (Jakstranas).
Direktur Penanganan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan, persoalan sampah harus ditangani secara multidimensi dari hulu ke hilir menyusul kompleksnya masalah sampah yang ada. “Persoalan sampah ini masih sangat berat. Maka dua sisi yaitu dari pengurangan dan penanganan ini perlu percepatan. Perlu size lebih besar sehingga target Jakstranas tahun 2025 ini bisa kita kejar,” katanya kepada Greeners, Kamis (17/2).
Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), capaian pengurangan sampah tahun 2019 mencapai 13,27 %. Selanjutnya pada tahun 2020 mencapai 14,17 % dan pada tahun 2021 mencapai 14,60 %.
Sementara, untuk penanganan sampah tahun 2019 yaitu sebesar 43,72 %. Pada tahun 2020 mencapai 46,31 %. Selanjutnya, pada tahun 2021 mencapai 49,64 %. Jumlah sampah terkelola tahun 2021 sebanyak 64,24 %.
Sejumlah Indikator Kunci Pengurangan Sampah
Lebih lanjut Novrizal menjelaskan, dalam pengurangan sampah beberapa indikator kunci yakni pembatasan timbulan sampah, peningkatan sampah yang terdaur ulang di sumber sampah, serta peningkatan sampah yang termanfaatkan kembali di sumber sampah.
Sementara indikator penanganan sampah terletak pada peningkatan pemilihan sampah, penurunan jumlah sampah yang diangkut pada pemrosesan akhir. Selain itu ada pula peningkatan jumlah sampah yang terangkut ke pusat pengolahan sampah, serta peningkatan jumlah sampah yang terolah menjadi bahan baku.
“Pengurangan sampah itu bagian hulunya, misalnya subjeknya ada pada produsen yang menghasilkan barang-barang, packaging, lalu konsumen masyarakat. Tapi kalau penanganan itu berkaitan dengan stakeholder pemerintah daerah,” ucapnya.
Menurut Novrizal, persoalan struktural paling mendasar pada stakeholder pemerintah daerah yaitu soal kewenangan dan alokasi anggaran. Terlebih menyusul aturan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah daerah wajib menjamin pelayanan dasar berupa kesehatan dan pendidikan.
Sementara itu, pandemi Covid-19, sambungnya juga menjadi pemicu rekofusing anggaran ke penanganan Covid-19. Sehingga hampir rata-rata di banyak pemerintah daerah alokasi anggarannya kurang memadai.
Namun, berbagai upaya struktural dilakukan untuk memastikan penanganan sampah di pemerintah daerah. Misalnya, dengan penerbitan Permendagri No 7 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Retribusi Pengelolaan Sampah.
Novrizal menilai hadirnya peraturan tersebut daerah memiliki kewenangan dan cara yang lebih bijak untuk menentukan tarif retribusi. “Jadi bukan suka-suka saja retribusinya. Itu menjadi backbone dalam pengelolaan sampah di daerah,” ujar dia.
Gandeng Swasta Dalam Penanganan Sampah
Upaya lainnya dalam penanganan sampah yaitu mendorong pemerintah daerah untuk bisa bekerja sama dengan pihak ketiga atau swasta agar sampah terkelola dengan baik. Dua tugas utama pemerintah daerah yakni menjadi regulator sekaligus operator dirasa kurang bisa mencapai target yang optimal.
“Rencana kita nanti mau pisah, sehingga muncul nanti opsi operator pengelolaan sampah dalam bentuk badan layanan umum daerah (BLUD) yang lebih lincah bergerak, regulator tetap pada dinas,” papar Novrizal.
Pemerintah juga mendorong agar terciptanya ekosistem industrialisasi dalam pengelolaan sampah. Misalnya, Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL) di tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo, Surabaya yang akan menjadi pilot project nasional.
PSEL tersebut memanfaatkan sampah melalui dump truck dan kemudian memasukan sampah itu ke dalam mesin turbin untuk proses menghasilkan listrik. Sekitar 600 ton sampah bisa menghasilkan energi listrik sebesar 2 megawatt per harinya.
Pengurangan Sampah dari 3R Hingga Sirkular Ekonomi
Sementara itu Direktur Pengurangan Sampah KLHK Sinta Saptarina menyatakan, fokus agenda prioritas pengurangan sampah meliputi penerapan prinsip sirkular ekonomi, edukasi masyarakat melalui penerapan reduce, reuse dan recycle (3R) pada tingkat tapak. Masyarakat maupun dunia usaha serta penerapan tanggung jawab produsen dan program bank sampah juga menjadi salah satu fokusnya.
“Sementara untuk program kerjanya lebih kepada tata laksana produsen. Memastikan penguatan ekonomi sirkular dalam pengurangan sampah serta penguatan aspek sosio kultural masyarakat,” ungkapnya.
Hal krusial yang perlu mendapat perhatian yaitu memastikan ekonomi sirkular melalui daur ulang sampah plastik dan kertas. Selama ini, sambung Sinta persebaran industri daur ulang belum merata di semua wilayah. Hampir 90 % pabrik daur ulang terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Selain itu, optimalisasi peranan bank sampah perlu pemerintah genjot melalui sistem pengumpulan sampah daur ulang dari segi kualitas dan kuantitas.
Saat ini perkembangan bank sampah di Indonesia meningkat secara signifikan. Pada tahun 2019 terdapat 8.434 bank sampah, sedangkan pada 2020 terdapat 11.530 bank sampah. Sementara itu, jumlah nasabah bank sampah pada tahun 2019 yaitu 259.229. Sedangkan pada 2020 meningkat mencapai 419.204.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin