Jakarta (Greeners) – Meski perubahan iklim menimpa semua kalangan masyarakat, perempuan adalah pihak yang cenderung semakin rentan oleh perubahan iklim. Anggapan bahwa laki-laki adalah pencari nafkah utama menyebabkan keterlibatan perempuan dalam sektor ekonomi cenderung diabaikan. Peran ekonomi perempuan sering tidak tercatat secara resmi, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang dianggap pekerjaan laki-laki seperti nelayan dan petani, sementara jenis pekerjaan ini adalah jenis pekerjaan yang rentan oleh perubahan iklim.
Gagal panen, sulitnya akses air bersih, peningkatan beban kerja, bencana yang terkadang mengharuskan untuk migrasi merupakan beberapa contoh dampak dari perubahan iklim dimana perempuan menjadi pihak yang paling terdampak.
BACA JUGA: Pemerintah Daerah Harus Serius Rancang Program Adaptasi Mitigasi Perubahan Iklim
Dalam Lokakarya Gender dan Perubahan Iklim: Upaya Integrasi Gender dalam Membangun Ketangguhan Perubahan Iklim yang berlangsung di Jakarta, Spesialis Gender dari program USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK), Irmia Fitriyah memaparkan hasil temuan asesmen di area kerja USAID APIK.
“Di Sulawesi Tenggara dan Maluku ditemukan kelompok perempuan yang berprofesi sebagai nelayan. Di Sulawesi Tenggara misalnya, para perempuan nelayan yang kebanyakan berasal dari suku Bajo melaut untuk menangkap meti-meti (sejenis kerang-kerangan), tetapi mereka tidak tercatat secara statistik sebagai nelayan. Akibatnya mereka kehilangan akses-akses bantuan untuk nelayan,” kata Irmia seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Greeners, Selasa (29/11).
Dengan kurang tersedianya data terpilah antara laki-laki dan perempuan, maka anggaran untuk program-program adaptasi perubahan iklim, terutama untuk kelompok rentan seperti perempuan, balita, dan difabel menjadi tidak tersedia. Padahal ketersediaan anggaran untuk program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi kunci untuk membangun ketangguhan di tingkat tapak.
BACA JUGA: Perempuan Juga Bisa Memimpin Perjuangan Masyarakat
Dari sumber yang sama, Kepala Bidang Kesetaraan Gender dalam IPTEK Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Ciput Eka Purwianti menyatakan bahwa KPPPA sudah mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) tentang pengintegrasian gender dalam adaptasi perubahan iklim untuk pemerintah daerah.
“Juknis ini diharapkan bisa digunakan oleh pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan adaptasi perubahan iklim yang responsif gender melalui dokumen perencanaan dan penganggaran, termasuk Strategi Ketahanan Iklim dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” ujarnya.
Berkaca dari program yang dijalankan di enam desa di Kabupaten Malang, Direktur PATTIRO, Maya Rostanty mengatakan, “Dari pengalaman kami, perempuan juga harus terlibat dalam proses perencanaan penganggaran di desa. Proses ini diawali dengan menyuarakan kebutuhan mereka yang kemudian dijawab melalui rencana aksi adaptasi perubahan iklim.”
Maya menambahkan, selanjutnya rencana aksi diusulkan untuk diakomodasi dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa dan akan dikawal agar terakomodasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Penulis: (*)