Kebakaran TPA Tanda Pola Pengelolaan Sampah Belum Berubah

Reading time: 3 menit
Sejumlah TPA di Jawa Tengah mengalami kebakaran secara beruntun di tahun 2023. Foto: Walhi Jateng
Sejumlah TPA di Jawa Tengah mengalami kebakaran secara beruntun di tahun 2023. Foto: Walhi Jateng

Jakarta (Greeners) – Sejumlah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Jawa Tengah (Jateng) tengah mengalami kebakaran secara beruntun di tahun 2023. Manajer Program Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jateng, Nur Colis mengatakan peristiwa ini belum terlepas dari paradigma soal pengelolaan sampah. Menurut Colis, pemerintah daerah masih berorientasi dengan pola “kumpul, angkut, buang”.

“Paradigma ini masih disukai di setiap kota kabupaten. Kurangnya dorongan untuk memilah sampah dan mengelola sampah dari rumah tangga menjadi salah satu penyebab sampah bertumpukan di TPA,” ucap Colis kepada Greeners, Rabu (27/9).

Peristiwa Kebakaran TPA terjadi di lima titik wilayah di Jawa Tengah, yaitu di Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Pemalang, Kota Surakarta, dan Kota Semarang.

BACA JUGA: Bencana di TPA, Sanggupkah Pemerintah Daerah Berbenah?

Kebakaran beruntun di bulan September ini terjadi di TPA Pesalakan Kabupaten Pemalang pada 1 September 2023, TPA Muarareja Kota Tegal pada 2 September 2023, dan TPA Putri Cempo Solo pada 16 September 2023.

Kemudian, menyusul kebakaran di TPA Jatibarang Semarang pada 18 September 2023. Dua bulan sebelumnya, terjadi kebakaran di TPA Penujah Kabupaten Tegal pada 26 Juni 2023.

Hampir semua penyebab kebakaran TPA ini adalah letupan gas metan akibat penumpukan sampah organik yang bercampur dengan sampah lainnya yang mudah terbakar. Faktor lainnya adalah kondisi angin yang kencang dan musim kemarau yang panas. Berbeda dengan kebakaran TPA Muarareja Kota Tegal yang disebabkan oleh seseorang yang membakar rembetan ilalang.

Sejumlah TPA di Jawa Tengah mengalami kebakaran secara beruntun di tahun 2023. Foto: Walhi Jateng

Sejumlah TPA di Jawa Tengah mengalami kebakaran secara beruntun di tahun 2023. Foto: Walhi Jateng

Pemadaman Api Kurang Efektif

Walhi Jateng menilai, upaya pemadaman api dengan air di TPA yang terbakar masih kurang efektif. Sebab, penanganan kebakaran ini masih menggunakan cara yang sama, yakni penyemprotan air.

“Pemadaman ini hanya di permukaan saja karena air tidak dapat menjangkau ke sumber panas dalam tumpukan sampah,” ungkap Colis.

Bahkan, lanjutnya, pemadaman api di TPA Penujah Kabupaten Tegal butuh waktu 10 hari. Pemadaman tersebut juga telah terbantu hujan yang cukup deras. Kemudian, pada kasus kebakaran TPA Pesalakan, butuh waktu dua minggu untuk memadamkan api pada area seluas 5 hektare.

Menurut Colis, pemadaman api pada kasus kebakaran TPA seharusnya tidak menggunakan air secara keseluruhan. Perlu ada kombinasi pemadaman api dengan menggunakan tanah untuk menutupi area kebakaran dan menutupi pori-pori sampah sebagai sumber timbulnya metan.

“Metode ini dapat mematikan api hingga sumber terdalam (tumpukan sampah). Pemilihan strategi yang tepat dapat meminimalisasi dampak terhadap masyarakat di sekitar lokasi,” ujarnya.

Kesehatan Masyarakat Terancam

Kebakaran di area TPA yang berlangsung cukup lama akan berdampak bagi kesehatan masyarakat. Berdasarkan pemantauan Walhi Jateng, warga sekitar TPA Pesalakan mengeluh batuk sesak napas, panas dingin, dan mata perih.

“Setelah warga protes, pemerintah menyediakan layanan kesehatan gratis. Hal serupa terjadi terhadap warga sekitar TPA Penujah yang mengalami sakit mata dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA),” tutur Colis.

Selain itu, di sekitar TPA Putri Cempo, belasan balita dan lansia dari Kampung Jatirejo RT 3 RW 39 Mojosongo pun mengungsi. Salah satu sekolah, SD di Plesungan, Karanganyar juga libur akibat asap yang masuk ke kawasan sekolah.

Cerminan Praktik Buruk Open Dumping

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, kini terapat 364 TPA di Indonesia. Sebanyak 33 % masih menggunakan sistem penimbunan terbuka (open dumping), 55 % controlled landfills, dan sisanya 12 % sanitary landfills.

Kenyataannya, lanjut Colis, mayoritas TPA di Indonesia terbukti masih banyak menggunakan praktik penimbunan terbuka meskipun dalam dokumen pemerintah masuk kategori controlled landfill atau sanitary landfill. \

BACA JUGA: 88% Warga Sukaluyu Konsisten Pilah Sampah dari Rumah

“Hal ini tak jauh beda dengan klaim pemerintah yang mengatakan TPA Putri Cempo dan TPA Jatibarang menggunakan sanitary landfill. Namun, realitasnya masih menggunakan metode open dumping. Padahal, TPA open dumping sudah dilarang sejak tahun 2013 oleh pemerintah,” ucap Colis.

Merespons berbagai peristiwa kebakaran TPA, Walhi Jateng mendesak pemerintah menghentikan pengelolaan TPA dengan sistem open dumping. Hal itu untuk mengurangi potensi kebakaran di masa mendatang.

“Pemerintah juga perlu mengimplementasikan pengelolaan sampah dengan hirarki zero waste yang benar dengan berfokus pada pengurangan sampah dari sumber seperti organik dan plastik sekali pakai,” ujar Colis.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top