Pasuruan (Greeners) – Kebakaran padang rumput di Gunung Bromo, Jawa Timur, meluas hingga sedikitnya 75 hektare rumput dan belukar sudah jadi abu. Meski demikian kebakaran ini belum membahayakan kawasan hutan konservasi yang memiliki kekayaan hayati yang luar biasa.
Kebakaran padang rumput awalnya terjadi di sejumlah titik antara lain Watu Kutho, Watu Gede, Savana, yang berada di wilayah Probolinggo pada pukul 11.30 WIB, Senin 11 September 2017. Namun karena kondisi rumput sangat kering dan angin berhembus kencang, kebakaran cepat menjalar ke titik lain diantaranya Pakis Bincil, Dingklik hingga Bukit Cinta di wilayah Tosari, Kabupaten Pasuruan, dan lokasi lain.
“Kebakaran terjadi di beberapa titik di kawasan BTS (Bromo, Tengger, Semeru) baik yang di wilayah Lumajang, Pasuruan maupun Probolinggo. Angin yang kencang menyebabkan api cepat membesar,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pasuruan, Bakti Jati Permana kepada Greeners.co, Senin, malam.
BACA JUGA: Padang Rumput di Kaldera Gunung Bromo Terbakar
Kebakaran di sejumlah titik seperti di Watu Gede dan Watu Kutho atau bagian bawah sudah padam dan atau berhasil dipadamkan petugas sejak pukul 16.00 WIB. Namun di lokasi lainnya terutama di wilayah Pasuruan hingga malam hari pukul 22.00 WIB belum padam. Di wilayah ini banyak terdapat tebing sehingga menyulitkan petugas. “Malam ini belum padam. Petugas terus melakukan pemantauan,” terangnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I TNBTS Fariana Prabandari mengatakan, sedikitnya sudah 75 hektare padang rumput sudah jadi abu. Namun ia menegaskan kebakaran ini tidak berbahaya terutama bagi kawasan hutan konservasi.
“Sudah 75 hektare lahan rumput dan semak yang terbakar. Bukan hutan ya, bukan pohon, jadi jangan salah hanya rumput dan belukar,” katanya.
Menurut Fariana, TNBTS merupakan kawasan konservasi yang memiliki kawasan hutan yang memiliki kekayaan hayati baik flora maupun fauna serta kawasan padang rumput. Menurut dia, jika hutan yang tebakar, maka akan terjadi kerugian luar biasa besar, namun jika padang rumput yang terbakar dengan cepat akan tumbuh lagi.
“Harus dibedakan. Kalau padang rumput yang terbakar dampaknya tak sebesar hutan yang berisi pohon yang kekayaan hayatinya sangat tinggi. Kalau hutan terbakar, kiamat kecil namanya karena banyak anggrek dan floranya banyak, satwanya juga banyak. Kalau rumput yang terbakar itu menjadi sarana untuk munculnya rumput baru dan itu bagian dari manajemen habitat,” katanya.
BACA JUGA: Cuaca Kering, Manggala Agni Bersiaga Antisipasi Karhutla
Meski hanya rumput yang terbakar, lanjutnya, upaya pemadaman harus tetap dilakukan agar tidak menyebar ke kawasan hutan. Oleh karena itu, ratusan personel dari TNBTS, TNI-POLRI, BPBD, Relawan seperti Bromo Lovers dan Gayatri dan sejumlah elemen peduli kelestarian kawasan Gunung Bromo terjun memadamkan api.
“Proses pemadaman dilakukan dengan alat pemadam gebyok serta ada yang membawa tangki-tangki air dengan mobil lokasi kebakaran yang isa dijangkau dengan kendaraan,” katanya.
Fariana menduga, kebakaran disebabkan seseorang yang membuat putung rokok sembarangan atau membuat perapian dengan cara yang salah atau ditinggalkan saat belum benar-benar padam.
“Dugaan kuatnya puntung rokok dibuang sembarangan atau perapian. Karena rumput sangat kering jadi muda terbakar. Saya minta jangan buang putung rokok sembarangan,” katanya mengimbau.
Penulis: MA/G12