Jakarta (Greeners) – Gerakan demokrasi digital tahun 2015 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Jika melihat dari pengguna wadah petisi online, dari 900.000 pengguna pada tahun 2014, angka ini meningkat tajam menjadi 1.900.000 pengguna pada tahun 2015.
Direktur Komunikasi Change.org Indonesia, Desmarita Murni mengatakan, melalui media sosial, jutaan suara masyarakat dapat terafiliasi, terdanai, hingga termobilisasi dengan cepat dan efektif.
Ia menyontohkan isu kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu lalu. Isu ini, menurut Desma, menjadi isu yang petisinya paling sering muncul di laman change.org dengan jumlah petisi sebanyak 1.200 petisi. Hingga akhirnya, menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar menanggapi petisi ini.
“Kebakaran hutan menjadi isu yang paling sering muncul di tahun 2015. Artinya, banyak orang yang bahkan tidak tinggal di wilayah terdampak turut membuat petisi untuk darurat asap ini,” tuturnya di Jakarta, Senin (21/12).
Selain itu, terdapat pula lima kategori petisi terpopuler yang paling banyak mendapat tanda tangan masyarakat. Seperti petisi anti korupsi dengan 501.561 tanda tangan, petisi lingkungan dan satwa dengan 325.353 tanda tangan, petisi olahraga dengan 263.865 tanda tangan, petisi toleransi dengan 210.292 tanda tangan serta keadilan pidana dengan 139.661 tanda tangan.
Sedangkan enam petisi yang mendapatkan kemenangan sepanjang tahun 2015 dengan total 536.099 pengguna yang menang adalah isu pilkada langsung, jaminan hari tua, #Rip Yongki, tarif data di timur, akses obat hepatitis C dan #papa minta saham.
Nur Hidayati, Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan bahwa darurat asap menjadi isu yang paling sering muncul bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, kepedulian masyarakat yang begitu tinggi hingga membuat masyarakat merasa harus melakukan sesuatu hingga akhirnya berbondong-bondong membuat petisi. Kedua, sikap pemerintah yang dianggap membingungkan dan seperti tidak melakukan apa-apa sehingga petisi seperti ini bermunculan.
“Kemana saja pemerintah kok baru melakukan sesuatu saat muncul banyak petisi,” tambahnya.
Wisnu Wardana, dokter hewan dan relawan otopsi gajah yang memulai petisi agar toko-toko online tidak lagi menjual produk gading gajah pasca terbunuhnya Yongki, gajah patroli Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), mengaku frustasi setiap kali melakukan otopsi pada gajah-gajah yang ditemukan mati dengan kondisi tanpa gading.
“Titiknya saat Yongki ditemukan mati. Itu saya nangis betul. Apalagi saat gajah sedang banyak yang mati. Eh, di toko-toko online malah banyak yang jual gading gajah. Saya marah dan saya merasa harus melakukan sesuatu. Lalu kita cobalah membuat petisi di change.org ini,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Change.org adalah wadah petisi online yang terbuka bagi umum. Dalam wadah ini, berbagai petisi berhasil mendorong munculnya upaya-upaya kampanye sosial, seperti isu lingkungan, antikorupsi, HAM, sosial, hingga kesejahteraan satwa.
Penulis: Danny Kosasih