LONDON, 23 November 2016 – Berdasarkan penelitian terbaru, keanekaragaman hayati bukan saja konsep ideal para konservasionis tetapi juga memiliki nilai yang tinggi, yaitu sebesar 500 miliar dolar per tahun atau dua kali biaya untuk semata-mata merawat hutan.
Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Science, para ilmuwan dari 90 institusi seluruh dunia melihat data dari 777.126 plot hutan, yang merupakan rumah untuk 30 juta pohon dari 8.737 spesies, sepanjang 150 tahun belakangan. Tidak hanya menkonfirmasi hal yang sudah diketahui, para ilmuwan ini berhasil ‘menguangkan’ nilai keanekaragaman hayati tersebut.
Keuntungan Komersial
Para peneliti menemukan bahwa hilangnya sepuluh persen dari keanekaragaman hayati berakibat kepada menurunnya produktivitas, termasuk biomassa, kelembaban, nilai karbon, buah-buahan dan dedaunan, hingga tiga persen berdasarkan pada nilai kayu yang bisa ditebang.
Keragaman spesies pohon hingga 99 persen berarti produktivitas menurun antara 62 persen hingga 78 persen meskipun jumlah pohon tetap sama, dan penurunan yang paling besar akan terjadi di daerah-daerah tropis. Dengan kata lain, keuntungan komersial dari mempertahankan keanekaragaman hayati bisa menambah 166 miliar dolar dan 490 miliar dolar per tahunnya.
“Pesan ekonomi yang kuat dari studi ini adalah keuntungan ekonomi dari keragaman spesies di hutan jauh lebih menguntungkan daripada mempertahankannya, meskipun kita selalu beranggapan bahwa peran utama adalah produktivitas hutan tersebut secara global,” jelas Mo Zhou, salah satu penulis studi tersebut yang mempelajari ekonomi kehutanan di Davis College of Agriculture, West Virginia University, AS.
Penulis lainnya, Thomas Crowther, dari Netherlands Institute of Ecology, mengatakan bahwa “Ekonomi saat ini tidak memperhitungkan jasa ekosistem yang ditawarkan oleh hutan sehingga nilai dari keragaman hayati sebenarnya jauh lebih tinggi dari ini. Tidak hanya itu, keanekaragaman hayati bisa mempromosikan karbon yang bisa ditahan oleh pohon sehingga menjadi krusial dalam memerangi perubahan iklim global.”
Semua kehidupan di Bumi pada prinsipnya bergantung kepada proses fotosintesis yang mengubah energi matahari menjadi tempat berteduh, bahan kain, makanan hingga obat-obatan untuk tujuh miliar orang dan tujuh juta spesies lainnya. Keanekaragaman hayati kini menjadi istilah konservasi dimana para peneliti telah mendemontrasikan bahwa terumbu karang, hutan, padang rumput, dan lahan basah menjadi lebih produktif dan tahan menghadapi tekanan apabila memiliki kekayaan spesies yang cukup tinggi.
Pada beberapa tahun belakangan, para peneliti telah menunjukkan bahwa invasi dari manusia mengganggu keragaman hayati dan hilangnya spesies telah mengurangi nilai sumber daya.
Keanekaragaman Hayati Hutan
Hutan merupakan kekayaan alami yang bisa mengubah karbon di atmosfer menjadi bernilai, dan mengeluarkan oksigen bagi manusia untuk bernapas, juga merupakan penyimpan air alami. Salah satu penelitian terbaru mengkalkulasikan bahwa bumi merupakan rumah bagi lebih dari tiga triliun pohon, atau 422 pohon untuk satu orang, namun manusia mampu menghancurkan 15 miliar pohon setiap tahun.
Para penggiat konservasi berargumen bahwa aktivitas ini merupakan cara cepat menyia-nyiakan modal alam. Para peneliti dari Brasil telah mendorong adanya pembelajaran dari alam serta mendemonstrasikan nilai ke industri modern untuk justru mempertahankan keragaman hayati hutan. Sekaligus juga belajar dari banyaknya produk dan teknologi yang dihasilkan dari tiga miliar tahun evolusi.
Studi tersebut mencakup 13 ekosistem di 44 negara, termasuk hutan di Siberia dan Patagonia, daerah katulistiwa di Pasifik, hutan kayu di Mediterania, padang rumput, padang pasir, dan daerah tropis. Hubungan antara keanekaragaman hayati dan produktivitas terlihat di mana-mana, namun penurunan terbesar terjadi di hutan Amazon, Afrika Barat, Cina selatan, Nepal, Burma, dan katulistiwa. – Climate News Network