Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 3 Februari 2015 telah mengajukan gugatan perdata kepada PT. Bumi Mekar Hijau selaku perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Gugatan perdata itu didaftarkan melalui Pengadilan Negeri Palembang.
Dasar gugatannya adalah mengacu pada data tahun 2014 dimana terdapat 531 titik api di lahan konsesi perusahaan tersebut. PT. BMH digugat karena bertanggung jawab atas pembakaran hutan dan lahan seluas seluas 20.000 hektare di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani kepada Greeners menyatakan kalau KLHK akan sangat serius menangani kasus PT. BMH yang merupakan anak perusahaan dari Asia Pulp and Paper (APP) yang memiliki luas areal konsesi 250.370 ha di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Saat ini, kata Roy, begitu ia akrab disapa, KLH tengah menuntut ganti rugi dan biaya pemulihan sebesar 7,9 triliun rupiah kepada PT. BMH. Untuk proses pidananya, lanjut Roy, saat ini tengah berlangsung di Palembang dan ditangani oleh pihak Kepolisian. Sedangkan untuk tuntutan perdata ditangani oleh pihak KLHK.
“Bumi Mekar Hijau sedang kita tuntut ganti rugi dan biaya pemulihan sebesar 7,9 triliun. Proses sidang berlangsung di Palembang. Kalau diputuskan, ini kasus terbesar yang pernah ditangani oleh KLHK,” tuturnya kepada Greeners, Jakarta, Senin (21/09).
Selain itu, Roy juga menerangkan bahwa KLHK dalam hal penegakan hukum lingkungan juga akan menerapkan sistem penanganan secara multi door (banyak pintu). Artinya, KLHK tidak hanya menggunakan Undang-Undang Kehutanan dalam menjerat pelaku kejahatan kehutanan, namun juga akan menggunakan UU Pertanian dan melibatkan penyidik dari Kementerian Pertanian dalam melakukan penindakan terhadap satu kasus.
“Karena Kementerian Pertanian juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus pembakaran lahan di undang-undang mereka. Itu ada yang bunyinya, “Apabila membuka lahan dengan cara membakar maka akan dituntut 10 tahun dan denda 10 milyar.” Undang-undang Lingkungan Hidup juga ada yang seperti itu kan,” tambahnya.
Terkait proses hukum yang cukup panjang ini, Roy menyatakan untuk proses penyusunan pemberkasan memang membutuh waktu yang cukup lama baik, itu perdata maupun pidana. Ditambah, ada pihak lain yang juga turut terlibat yaitu Kejaksaan sebagai pengacara negara dalam melakukan penindakan pidana. Oleh karena itu, tuturnya, untuk mempercepat efek jera dalam jangka waktu dekat, maka KLHK juga melakukan sanksi administratif berupa penyegelan hingga pencabutan izin bagi perusahaan.
Di sisi lain, gugatan terhadap PT. BMH yang didaftarkan KLHK ini diakui oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menjadi pembuktian atas perintah tindak tegas dari Presiden RI terhadap korporasi pembakar hutan saat berkunjung ke Sumatera Selatan pada tanggal 7 September lalu.
“Demikian pula bagi publik menjadi rujukan untuk tetap percaya kepada pemerintah. Kepercayaan tersebut tentu ada syaratnya yaitu, KLHK harus bersungguh-sungguh dalam mengawal persidangan,” ungkap Hadi Jatmiko selaku Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan dalam keterangan resmi yang diterima oleh Greeners.
Di samping itu, Hadi juga menginginkan pengacara hingga saksi ahli yang dihadirkan merupakan orang pilihan terbaik pemerintah yang memiliki komitmen kuat untuk membela total kepentingan bangsa dan negara. Karena, katanya, jika nanti pemerintah kalah, Walhi bisa memastikan bahwa akan banyak korporasi, baik di Sumsel maupun di tingkat nasional akan lepas dari jeratan hukum.
“Sejak awal Walhi mendukung penuh upaya pemerintah melalui KLHK yang mengajukan gugatan perdata kepada PT. BMH. Karenanya jangan sampai kami selaku bagian dari masyarakat dikecewakan oleh kinerja buruk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu, berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor : 134/KMA/SK/IX/2011 tentang sertifikasi hakim lingkungan maka ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan kasus tersebut haruslah juga hakim yang bersertifikasi lingkungan,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih