Jakarta (Greeners) – Bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi sepanjang Agustus hingga September 2019 cukup menarik perhatian publik, sehingga mengecam pemerintah untuk memberikan tindakan tegas kepada para perusahaan yang membakar lahan secara sengaja.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga 1 Oktober 2019, teridentifikasi ada 64 lokasi lahan perusahaan yang disegel berada di Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. 20 di antaranya merupakan milik perusahan asing dari Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.
“Kami jadikan mereka target hukum dan jumlahnya dipastikan akan bertambah. Dalam penegakan hukum ini kami tidak membedakan siapapun, bagi siapa saja yang membakar lahan harus bertanggung jawab,” ujar Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Proses Penegakan Hukum Karhutla”, di Kantor KLHK, Jakarta, Selasa (01/10/2019).
BACA JUGA : Turun Hujan Di Area Karhutla, Jumlah Titik Hotspot Mulai Menurun
Rasio atau akrab disapa Roy ini mengatakan dari 64 lokasi lahan yang sudah disegel, terdiri dari 47 perkebunan sawit, 13 Hutan Tanaman Industri (HTI), 3 Hutan Alam, dan 1 Restorasi Ekosistem (RE) dengan luas terbakar mencapai 14.343 ha. Jumlah tersebut akan terus bertambah sejalan dengan pengecekan lapangan yang terus dilakukan selama karhutla 2019 ini.
Sementara itu, Roy juga menyampaikan bahwa ada beberapa perusahaan di tahun 2015 kembali terbakar di tahun 2019 ini. Contohnya PT. Ricky Kurniawan Kertapersada di mana tahun 2015, sebesar 520 ha lahannya terbakar. Namun, di tahun 2019 ini lahannya terbakar kembali seluas 1.200 ha.
“Selain itu, ada PT. Kaswari Unggul. 2 perusahaan ini berada di Jambi, kami lakukan penegakan hukum dengan diberikan sanksi yang lebih keras lagi dengan kemungkinan pencabutan izin,” jelasnya.
Guna memperkuat upaya pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di masa mendatang, termasuk penegakan hukumnya, KLHK tengah menggodok tiga strategi khusus. Pertama adalah perluasan skala penindakan dengan melibatkan pemerintah daerah (pemda).
BACA JUGA : Karhutla Di Indonesia, Lebih Dari 300 Ribu Hektar Lahan Terbakar
“Kami bicara dengan Gubernur, Bupati, Walikota, agar mereka mulai melakukan pengawasan. Kalau kita ingin pencegahan kuat, pengawasan adalah pencegahan paling kuat. Pemda sebagai pemberi izin wajib melakukan pengawasan. Jika terbukti melakukan pelanggaran, maka pemda bisa secara cepat memberikan sanksi administratif sebagai shock therapy, karena itu jauh lebih cepat,” ujar Roy.
Strategi kedua, penerapan pidana tambahan, di mana upaya ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun pidana tambahan yang dimaksud adalah pasal 119 UU No.32 2009 terkait Perampasan Keuntungan.
“Kenapa penyegelan? Kami taruh semua titik api di sistem kami, bisa dilacak di tahun-tahun sebelumnya, beberapa tahun berikutnya juga masih bisa kita lacak. Kita bisa gunakan geospasial satellite image forensic. Kita juga bisa gunakan soil forensic. Akan ketauan itu, kita datang tungku kayunya masih ada yang terbakar, kita sedang bicara dengan para lawyer dan ahli untuk mendalami soil forensic ini,” terangnya.
Ketiga, memperkuat sejumlah UU, antaranya UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian UU Kehutanan, Perkebunan, dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). “Ini yang kita bicarakan dengan Kepolisian, Bareskrim, Kejaksaan Agung, untuk memberikan efek jera dari penindakan hukum karhutla. Jadi kalau kita tindak akan ada efek jeranya,” pungkas Roy.
Penulis: Dewi Purningsih