Jakarta (Greeners) – Pertamina perlu mengambil langkah cepat untuk mengantisipasi potensi tumpahan minyak imbas terbakarnya kapal bahan bakar minyak (BBM) di Pelabuhan Ampenan Kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (26/3).
Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung mengatakan, kebakaran kapal pengangkut BBM MT Kristin tersebut berpotensi menyebabkan penumpahan minyak ke laut.
“Hal ini bisa menyebabkan kematian ekosistem, bukan hanya di lokasi tapi juga sekitarnya,” katanya kepada Greeners, Senin (27/3).
Menurutnya, ekosistem terumbu karang, padang lamun dan satwa lainnya juga bisa mati imbas kebakaran ini. Selain itu kebakaran ini memicu gangguan pernapasan jangka panjang bagi yang menghirupnya.
“Dan bisa berakibat lebih jauh lagi kalau tidak segera kita pasang oil boom atau kita sedot,” imbuhnya.
Dwi menyoroti lemahnya kinerja Pertamina dalam hal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) beberapa tahun belakangan. “Tanpa adanya tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi dan perbaikan K3 maka akan terus berulang lagi,” tegasnya.
Kebakaran, Kebocoran Kilang dan Depo Minyak Berulang
Tak hanya kebakaran kapal pengangkut BBM, pencemaran lingkungan kerap terjadi pada peristiwa kebakaran dan kebocoran kilang dan depo minyak.
Sebelumnya pada 3 Maret 2023 lalu kebakaran di Depo Minyak Plumpang, Jakarta Utara terjadi karena gangguan teknis saat pengisian atau penerimaan minyak jenis Pertamax. Peristiwa ini menewaskan 19 orang dan 49 orang luka-luka.
Kejadian kebakaran di tempat yang sama terjadi pada 18 Januari 2009 yang berasal dari depo 24 yang menampung sekitar 5.000 kiloliter (KL) BBM jenis Premium. Pihak kepolisian menyebut kebakaran karena faktor human error gesekan antara slot ukur dan alat pengambil sampel BBM.
Peristiwa kebakaran kilang minyak terjadi di kilang minyak Balongan-Indramayu pada 29 Maret 2021 lalu. Kebakaran pada tangki T-301G menyebabkan setidaknya 932 orang diungsikan, 6 orang luka berat dan 29 orang luka ringan.
Kemudian pada 8 September 2022 kebakaran terjadi di tempat yang sama, kilang minyak Balongan-Indramayu, di tangki 107 yang diklaim akibat sambaran petir saat pengisian Pertalite.
Pencemaran juga terjadi akibat tumpahan kilang minyak besar pada 31 Maret 2018 di Pertamina Refinary Unit V Balikpapan. Area tumpahan minyak ini menutupi setidaknya 7.000 hektare.
Evaluasi Menyeluruh
Dwi menyebut, peristiwa berulang ini menunjukkan kegagalan perencanaan pembangunan secara sistemik dan hendaknya menjadi evaluasi menyeluruh.
“Mengingat pemberian izin proyek-proyek berisiko tinggi seperti kilang minyak dan pertambangan belum secara menyeluruh menggunakan instrumen yang ada dalam UU 32 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ketat,” tandasnya.
Ia menilai, evaluasi ini hendaknya melibatkan seluruh stakeholder terkait khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM. “Termasuk Pertamina yang harus menyiapkan skema mitigasi terhadap operasional perusahaannya yang memiliki risiko tinggi,” ucapnya.
Demikian pula KLHK harus berani melakukan tindakan hukum terhadap perusahaan yang mencemari lingkungan dan mengancam keselamatan. Dalam hal ini, UU 32 Tahun 2009 bisa menjadi acuan menindak perusahaan yang terbukti mencemari lingkungan.
Siapkan Langkah Antisipasi Usai Kapal BBM Terbakar
Pertamina menyebut, Kapal MT Kristin merupakan kapal milik PT Hanlyn Jaya Mandiri, yang disewa oleh Pertamina International Shipping (PIS) untuk mengangkut muatan BBM 5.900 KL berupa Pertalite ke Integrated Terminal Ampenan dan Fuel Terminal Sanggaran.
Corporate Secretary PT Pertamina International Shipping (PIS) Muh. Aryomekka Firdaus menyatakan posisi PIS dalam hal ini adalah sebagai penyewa kapal.
Ia menambahkan, saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan seluruh otoritas yang berwenang untuk penanggulangan kebakaran. Mulai dari Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Basarnas dan Tim SAR, Pelindo, POLAIRUD, dan pihak lainnya.
Berdasar laporan terkini tim gabungan, dua dari tiga kru yang hilang telah ditemukan dengan kondisi meninggal dunia.
Terkait kondisi kargo BBM yang berada di Kapal MT Kristin, saat ini terpantau masih aman dan tidak ditemukan tumpahan minyak. “Sebab titik api berasal dari tambatan bagian depan kapal dan tidak terdampak langsung pada tangki BBM kapal,” katanya menjawab Greeners.
Setelah api tim padamkam pada pukul 21.00 Minggu malam waktu setempat, PIS bersama dengan Tim Pelindo dan Pertamina Trans Kontinental (PTK) melakukan pendinginan untuk mencegah api kembali.
Selain itu, perusahaan juga telah menyiapkan oil boom sepanjang total 300 meter untuk mengantisipasi jika terjadi tumpahan minyak.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin