“Kaktus”, Bantu Warga Jakarta Kelola dan Pilah Sampah Organik

Reading time: 2 menit
DKI Jakarta meluncurkan aplikasi Kaktus untuk bantu warga kelola sampah organik. Foto: DLH Jakarta

Jakarta (Greeners) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi meluncurkan digitalisasi pengelolaan sampah organik di DKI Jakarta. Program ini tak sekadar mampu melacak sampah dalam pengangkutan sampah, tapi juga mendorong gerakan memilah sampah masyarakat yang nantinya berkompensasi.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, volume sampah yang Jakarta hasilkan mencapai 7.424 ton per hari. Sampah sisa makanan atau sampah organik mendominasi sebanyak 53 %. Selanjutnya sampah plastik 9 %, residu sebesar 8 % dan sampah kertas 7 %.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pengelolaan sampah organik melalui digitalisasi memungkinkan masyarakat terlibat aktif untuk memilah sampah organik dan non organik di rumah. Selanjutnya, melalui aplikasi Kaktus ini, masyarakat dapat memanggil petugas untuk menjemput sampah terpilah.

Tak hanya itu, nantinya masyarakat akan mendapatkan kompensasi dari aktivitas pemilahan sampah tersebut. “Warga melakukan pilah sampah, kemudian mereka membuka aplikasinya (Kaktus) untuk dijemput sampahnya. Mereka akan mendapatkan satu poin reward,” katanya dalam acara peluncuran Digitalisasi Pengelolaan Sampah di M-Bloc, Jumat (22/4).

Kelola dan Pilah Sampah Dapat Reward

Lebih jauh Asep menyebut, masyarakat yang telah mendapatkan poin dapat menularkannya ke merchant atau toko. Terdapat sekitar 2.500 merchant yang telah bekerja sama dengan Pemprov untuk memungkinkan penukaran poin ini. Poin bisa masyarakat tukarkan dengan makanan hingga kopi.

“Misalnya kita kerja sama dengan pelaku restoran atau kafe, itu bisa ditukarkan dengan sekian poin. Jadi warga tinggal menukarkan poin dan ditukar dengan produknya,” imbuhnya.

Tak hanya itu, aplikasi ini juga bisa memantau atau melacak sampah yang telah terkelola. Hal ini terpantau melalui QR code yang telah terpasang dalam gerobak sampah, TPS, hingga pengelolaan sampah organik, seperti pendaur ulang peternak maggot. “Memang semuanya akan terecord sehingga warga tahu sampahnya akan ke mana dan jadi apa,” ungkap dia.

Program digitalisasi pengelolaan sampah telah Pemprov DKI Jakarta lakukan di dua kecamatan, yakni Kecamatan Tebet dan Pesanggrahan. Target selanjutnya, program ini pemprov perluas ke Jakarta Selatan dan seluruh Provinsi DKI Jakarta.

Uji coba aplikasi Kaktus saat peluncurannya baru-baru ini. Foto: DLH DKI Jakarta

Sampah Organik Jakarta Mulanya Tak Bernilai Kini Jadi Bernilai

Founder Kaktus Indonesia, Arya Primanda menyatakan, langkah digitalisasi pengelolaan sampah ini untuk memaksimalkan pengolahan sampah organik yang selama ini tak memiliki nilai. Padahal sampah organik juga memiliki nilai yang tinggi.

“Kita rasa semua orang kalau naruh botol di tempat sampah botolnya hilang tapi sampah organiknya tidak. Kita coba disrupsi untuk ini agar terjadi hal yang sama pada sampah organik ini,” ujar dia.

Ia menambahkan, berdasarkan uji coba di 22 RW di dua kecamatan di Jakarta Selatan, selama tiga hari, coverage-nya mencapai 0,4 hingga 0,7 ton per hari dengan total akumulasi sampah organik sebanyak 126 ton.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan, program ini merupakan inovasi terobosan dalam pengelolaan sampah berbasis digital. Inovasi ini memungkinkan secara lebih sistematis sekaligus menyediakan wadah kolaborasi semua stakeholders yang ada.

“Lebih dari itu, digitalisasi pengelolaan sampah di DKI Jakarta memberikan pesan kepada semua bahwa setiap pribadi memiliki tanggung jawab untuk masing-masing kita semua. Dan kita kerjakan bersama-sama,” katanya.

Anies berharap, warga Jakarta dari berbagai unsur akan memiliki kesadaran dan paradigma baru, kepedulian baru dan juga bisa berkolaborasi untuk pengelolaan sampah yang lebih baik.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top