LONDON, 8 April 2017 – Jika manusia membakar semua bahan bakar fosil, yang mungkin akan terjadi dua abad mendatang, para peneliti memprediksi bahwa atmosfer di planet akan bisa menyamai situasi yang terjadi pada periode Jurasic atau masa dinosaurus, sekitar 200 juta tahun yang lalu.
Pada abad ke-23, suhu planet akan sama tingginya dengan periode terakhir Silurian, 420 juta tahun yang lalu. Dengan cuaca yang panas, tanaman belum bisa menguasai tanah dan hampir semua kehidupan berkonsentrasi di lautan.
Prediksi cuaca semakin panas ini tidak hanya berdasarkan kepada satu penelitian semata melainkan berasal analisa yang dilakukan terhadap 1.200 perkiraan atmosfer yang diambil dari tanaman dan kerang yang sudah memfosil selama 500 juta tahun.
Konsekuensnya, apabila manusia menguras sumber daya energi, seperti batubara, minyak bumi dan gas bumi, kondisi pada 420 juta silam akan terulang kembali.
Suhu Planet
Agen yang bekerja adalah rasio karbon dioksida di atmosfer yang sudah mencapai 280 parts per million sepanjang sejarah manusia.
Karbon dioksida merupakan gas rumah kaca yang saat ini sudah mencapai level cukup tinggi di atmosfer.
Saat manusia mulai membakar batubara dan minyak bumi, berdasarkan materi tanaman yang terisolasi pada era Carboniferous, maka mereka juga akan mengeluarkan CO2 masa lampau kembali ke atmosfer dan menciptakan perangkap panas. Rasio karbon dioksida telah meningkat menjadi lebih dari 400 ppm dan suhu planet meningkat hingga mencapai 1°C.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications yang memuat peringatan bagi manusia, yang dipicu oleh keingintahuan terkait dengan memadukan antara atmosfer dengan evolusi saat mulainya kehidupan.
“Kami tidak bisa secara langsung mengukur konsentrasi CO2 dari jutaan tahun yang lalu,” kata Gavin Foster, profesor geokimia isotop, University of Southampton, Inggris, yang juga memimpin studi tersebut. “Sebagai gantinya, kami berpegangan terhadap catatan bebatuan sebagai data tidak langsung.”
“Dalam studi ini, kami mengumpulkan semua data tersedia yang sudah dipublikasikan dari berbagai macam tipe untuk menghasilkan data CO2 di masa lampau.”
Sepanjang setengah miliar tahun, suhu planet berubah dari dingin dengan kadar CO2 yang rendah ke 3.000 ppm yang dianggap sebagai suhu ‘rumah kaca’ yang sangat intens.
Namun, perubahan tersebut sangatlah lambat dan penelitian menitikberatkan kepada kecepatan dari dampak manusia atau yang disebut sebagai periode Anthropocene.
Penelitian seperti ini sangat mendasar karena memberikan informasi kepada peneliti iklim tentang dinamik atmosfer dan cahaya matahari selama milenium ini. Dan, salah satu teka-teki evoluasi adalah pada awal kehidupan, matahari terlihat lebih gelap ketimbang saat ini.
“Akibat reaksi nuklir di bintang, seperti matahari, maka mereka akan menjadi semakin terang,” jelas Dan Lunt, profesor ilmu iklim dari University of Bristol, Inggris dan salah satu penulis laporan tersebut.
“Hal ini berarti bahwa meskipun konsentrasi karbon dioksida tinggi pada ratusan juta tahun yang lalu, dampak pemanasan dari CO2 dan cahaya matahari masih rendah. Kompilasi CO2 kita yang terbaru secara rata-rata telah menurun sebanyak 3-4 ppm setiap jutaan tahun.
“Hal ini mungkin terlihat sepele, namun sebenarnya cukup untuk mencegah dampak pemanasan akibat semakin terangnya matahari dari waktu ke waktu, sehingga untuk jangka panjang terlihat bahwa dampak dari keduanya konstan.”
Jadi, kejadian atmosfer rumah kaca dan matahari yang mendingin menciptakan kehidupan, berevolusi dan beradaptasi sesuai dengan lingkungannya. Tanaman mengkonsumsi dan menyerap karbon dioksida dan hewan diuntungkan dari oksigen yang dilepaskan dari proses tersebut.
Level CO2 di Masa Depan
Suhu planet mulai stabil sampai manusia memasuki Revolusi Industri pada tahun 1700an. Negara-negara di dunia berjanji untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan menahan laju pemanasan global pada maksimum dua derajat Celsius saat pertemuan perubahan iklim PBB di 2015.
Masa lalu telah memberikan peringatan keras. Kembalinya karbon prehistoris, yang tersimpan pada bahan bakar fosil, ke atmosfer berarti kadar CO2 akan mencapai 2.000 ppm pada tahun 2250. Hal ini belum pernah terjadi selama 200 juta tahun lamanya.
“Meski demikian, karena matahari lebih gelap saat itu, kondisi iklim pada 200 juta tahun lalu lebih rendah dari yang akan kita alami dengan kadar CO2 yang tinggi di masa depan,” jawab Profesor Foster.
“Jadi, tidak hanya resultan perubahan iklim akan lebih cepat daripada perubahan apapun di bumi selama jutaan tahun, kondisi iklim yang akan terjadi kemungkinan tidak mempunyai penghalang setidaknya pada 420 juta tahun terakhir, dari yang kami bisa lihat.” – Climate News Network