Jakarta (Greeners) – Dalam lawatannya ke Eropa, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kepada Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker agar penerapan skema Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) License dapat segera diberlakukan sebagai bentuk penghargaan bagi perdagangan kayu yang legal dan berkelanjutan.
“Program ekonomi berkelanjutan (sustainability) telah menjadi prioritas utama di Indonesia. Untuk itu, saya berharap agar skema FLEGT Licence dapat segera diterapkan,” katanya seperti dikutip dari keterangan resmi dari Tim Komunikasi Presiden yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Jumat (22/04).
Di sisi lain, harapan Jokowi ini sendiri muncul setelah akhirnya Indonesia menjadi negara pertama yang berhasil mendapatkan skema lisensi FLEGT atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan dari Uni Eropa.
Pada Kamis (21/4) kemarin, Jokowi beserta Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker serta Presiden Dewan Eropa Donald Tusk telah menyetujui untuk mengurangi pembalakan liar serta meningkatkan kayu legal antara Uni Eropa dan Indonesia.
Mengutip dari keterangan yang sama, Komisioner Eropa Bidang Lingkungan, Maritim serta Perikanan Karmenu Vella mengatakan bahwa pengumuman kesepakatan tersebut dilakukan setelah Indonesia dipandang sudah siap untuk mengimplementasikan Voluntary Partnership Agreement (VPA) dengan Uni Eropa. Perjanjian kerja sama ini mencakup seluruh produk yang relevan terhadap lisensi FLEGT tersebut.
“Pengumuman ini merupakan sinyal kepada pasar bahwa memang memungkinkan untuk mewujudkan manajemen hutan berkesinambungan dengan membeli kayu yang telah diverifikasi secara legal. Pengumuman kesepakatan ini juga menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang mendapatkan lisensi FLEGT dari Uni Eropa,” tambahnya.
Staf ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, Agus Justianto saat ditemui oleh Greeners mengatakan bahwa Uni Eropa sendiri hanya memiliki waktu tiga bulan untuk menindaklanjuti hal ini agar sekitar bulan Juli atau Agustus 2016 Indonesia bisa memulai pengapalan perdana produk kayu yang diterima di jalur hijau oleh negara-negara Eropa.
Di Indonesia sendiri, terusnya, pemerintah masih harus menyelesaikan masalah teknis dari para pemegang kepentingan terkait dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89 Tahun 2015 yang membebaskan seluruh eksportir produk kayu dengan 15 pos tarif (HS Codes) dari kewajiban menjalani audit Sertifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk mengekspor.
Saat ini, dikatakan oleh Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Nurlaila Nur Muhammad bahwa Permendag tersebut telah direvisi. Beberapa poin yang mendapat perubahan dalam revisi tersebut pun akhirnya telah menyatakan kembali kalau semua kayu dan produk kayu termasuk furnitur menjadi wajib V-Legal.
Terkait respon industri, ia mengatakan pada prinsipnya industri hilir tidak keberatan menggunakan SVLK (FLEGT License) dengan harapan Uni Eropa segera dapat menerapkan European Union Timber Regulation (EUTR) secara penuh.
“Jika EUTR sudah terimplementasikan penuh, Indonesia tentu akan mendapatkan manfaat lebih besar dari negara-negara yang belum ber-FLEGT License,” katanya.
Agus Sarsito, Penasihat Senior Multistakeholder Forestry Programme (MFP) juga menuturkan, pekerjaan tersisa lain dari Indonesia adalah memastikan seluruh Industri Kecil dan Menengah (IKM) agar mengikuti dan mendapatkan sertifikasi SVLK.
“Saat ini tersisa ada 94 IKM dari ratusan yang belum mengikuti SVLK tapi pernah menggunakan Deklarasi Ekspor. Jika diselesaikan melalui sertifikasi kelompok, hitung saja satu kelompok isinya lima IKM, kami rasa anggaran kami cukup untuk mendampingi mereka,” jelasnya.
Setelah prosedur operasional di Indonesia dan Uni Eropa selesai, ujarnya lagi, maka semua produk berbasis kayu Indonesia yang akan diekspor ke Uni Eropa harus memiliki lisensi FLEGT.
Penulis: Danny Kosasih