Jakarta (Greeners) – Kelompok masyarakat sipil Asia-Pasifik mengirimkan surat terbuka kepada Perdana Menteri Kishida untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil. Hal itu mereka sampaikan menjelang momen KTT ASEAN Jepang di Tokyo pada 16-18 Desember 2023.
Penyelenggaraan KTT ASEAN Jepang juga bersamaan dengan KTT Komunitas Emisi Nol Asia/Asia Zero Emission Community (AZEC). Dalam acara konferensi tersebut, para pemimpin dari Jepang dan negara-negara Asia lainnya akan membahas kerja sama menuju dekarbonisasi.
Satu hari sebelum KTT ASEAN-Jepang, Jumat (15/12), sekitar 40 peserta dari organisasi lingkungan di Jepang dan internasional dan anggota masyarakat berkumpul di Tokyo. Mereka menuntut agar Jepang mengakhiri dukungannya terhadap bahan bakar fosil dan memperkuat dukungannya terhadap energi terbarukan di seluruh kawasan Asia-Pasifik.
BACA JUGA: Walhi: Angka Deforestasi Turun karena Hutan telah Dibabat Habis
“Komitmen Jepang untuk membantu ASEAN dalam perjalanannya menuju dekarbonisasi menyembunyikan sebuah realitas bahwa Jepang sebagai pembiaya gas fosil terbesar kedua di Asia Tenggara. Jepang sedang mengarahkan wilayah ini menuju masa depan yang penuh bencana. Dukungan finansialnya meluas ke proyek seperti terminal impor LNG Ilijan, yang sedang merusak ekosistem laut Selat Verde Island dan berdampak buruk pada mata pencaharian nelayan,” ujar Ketua Southeast Asia Just Energy Transition, Center for Energy, Ecology and Development, Angelica Dacanay, dalam keterangan tertulisnya.
Para demonstran juga mengekspresikan penolakan dari berbagai daerah. Termasuk dari negara-negara ASEAN terhadap dukungan Jepang terhadap bahan bakar fosil yang menunda dekarbonisasi.
Kelompok Masyarakat Sipil Desak Perdana Menteri Kishida
Pada hari yang sama, 89 kelompok masyarakat sipil secara bersama-sama mengirimkan surat terbuka kepada Perdana Menteri Kishida. Surat tersebut menyatakan kekhawatiran terhadap pengembangan teknologi berbasis bahan bakar fosil oleh Jepang. Sebab, hal itu akan menghambat transisi ke energi terbarukan di Asia Tenggara dan memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil.
Selain itu, demonstran juga memperingatkan bahwa mempromosikan proyek bahan bakar fosil di Asia Tenggara akan semakin meningkatkan paparan dampak perubahan iklim. Khususnya, bagi para komunitas dunia yang tinggal di wilayah rentan.
BACA JUGA: Isu Hak Atas Lingkungan Hidup Hilang saat Debat Capres
“KTT Tokyo memberikan kesempatan bagi Jepang untuk mulai memenuhi kewajiban historis mereka kepada warga negara mereka dan kepada masyarakat di Selatan Global. Namun, strategi energi mereka saat ini hanya menguntungkan kepentingan korporat, bukan rakyat dan komunitas ASEAN. Strategi energi semacam ini hanya menyebabkan lebih banyak kerusakan. Kemudian, bahaya dari dampak dan masa depan yang tidak pasti dari krisis iklim,” kata Koordinator, Asian People’s Movement on Debt and Development, Lidy Nacpil.
Indonesia Alami Kerugian akibat Bahan Bakar Fosil
Sementara itu, di Indonesia juga sudah banyak bukti kerugian akibat penggunaan bahan bakar fosil. Bahkan, ratusan ribu orang dilaporkan telah meninggal akibat polusi udara yang disebabkan oleh pembangkit listrik tenaga batubara.
“Kerugian dari kerusakan ini bisa mencapai USD 210 miliar. Lalu, dua hektar hutan hujan ditebang sebagai area penambangan batubara, dan ratusan hektar area pemukiman tenggelam dalam lumpur akibat operasi pengeboran gas. Kami menolak menjadi tempat bermain bagi upaya Jepang untuk memperpanjang penggunaan energi fosil. Di antaranya penggunaan co-firing biomassa, hidrogen, amonia, CCS/CCUS, dan LNG,” ujar Manajer Kampanye Tambang dan Energi Eknas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Rere Christanto.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia