Jakarta (Greeners) – Jelang dan selama Ramadhan 2018, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Balai Besar POM/BPOM di seluruh Indonesia serentak melakukan pengawasan secara intensif untuk mencegah peredaran obat dan makanan ilegal, rusak dan kedaluwarsa di masyarakat. Pengawasan ini dilakukan dua minggu sebelum Ramadhan hingga satu minggu setelah Idul Fitri atau Lebaran.
Dalam keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Rabu (06/06), Kepala BPOM RI Penny K. Lukito mengatakan bahwa intensifikasi pengawasan Ramadhan rutin dilakukan untuk memastikan produk obat dan makanan yang dikonsumsi masyarakat aman, tidak rusak dan tidak kedaluwarsa.
Sampai dengan tanggal 30 Mei 2018, BPOM RI menemukan produk pangan olahan tidak memenuhi ketentuan (TMK) sebanyak 5.272 item (1.405.030 kemasan) dari 932 sarana ritel dan 84 gudang importir atau distributor di seluruh Indonesia. Produk-produk tersebut tidak memiliki nomor izin edar (TIE) atau ilegal, kemasan rusak dan/atau kedaluwarsa yang tersebar di seluruh Indonesia.
BACA JUGA: BPOM Sita Kosmetik Ilegal Senilai Rp15 Miliar
Penny menjelaskan, terkait maraknya peredaran pangan olahan ilegal, rusak dan kedaluwarsa ini, ia meminta kepada seluruh pelaku usaha untuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat sebagai konsumen akhir dari produk pangan juga harus memiliki kesadaran untuk tetap waspada dan memilih produk pangan yang aman. Salah satunya adalah melalui penerapan Cek KLIK (Cek Kemasan, Cek Label, Cek Izin Edar, dan Cek Kedaluwarsa) setiap akan membeli atau mengonsumsi produk pangan olahan dalam kemasan.
BPOM saat ini sedang membuat dua dimensi barcode untuk pengendalian keamanan pangan. Dua dimensi barcode ini akan diterapkan hanya untuk pangan tertentu saja seperti jenis minuman susu formula untuk bayi.
“Dua dimensi barcode ini adalah untuk mengetahui tanggal kedaluwarsa yang tidak bisa dihapus dari kemasan, saat ini sedang diproses. Juli nanti kami akan memilih pangan tertentu dan lebih berisiko seperti susu formula. Tanggung jawab barcode ini ada di perusahaan yang memproduksi makanannya,” ujar Penny.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, label produk pangan harus memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan, tanggal dan kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa, nomor izin edar bagi pangan olahan; dan asal usul bahan pangan tertentu.
BACA JUGA: Inpres Nomor 3 Tahun 2017 Dorong BPOM Meningkatkan Pengawasan
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Suratmono mengatakan bahwa pangan olahan kedaluwarsa banyak ditemukan di Yogyakarta, Samarinda, Manokwari, Padang, dan Mamuju. Sementara pangan olahan ilegal banyak ditemukan di Ambon, Makassar, Surabaya, Semarang, Batam dan Medan.
“Sedangkan pangan olahan rusak banyak ditemukan di Yogyakarta, Bandung, Makassar, Serang dan Mamuju,” ujar Suratmono menambahkan.
Suratmono menyatakan, temuan pangan yang tidak memenuhi ketentuan pada tahun 2018 ini yang paling besar adalah kasus penggerebekan di gudang importir maupun distributor yang mencapai 1,4 juta pieces, sementara temuan di retail sekitar 1.000 item. Temuan yang paling banyak terkait produk kedaluwarsa dan tanpa izin edar.
“Sampai dengan laporan tahap empat ini, temuan pangan yang tidak memenuhi ketentuan mencapai Rp28 miliar yang mana Rp23,5 miliar disumbang dari temuan di gudang, sisanya penemuan di retail dan warung kecil,” jelas Suratmono.
Terkait dengan hal ini, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman meminta kepada konsumen untuk cerdas dalam hal memilih makanan dengan harapan konsumen bisa memahami dan ikut membantu produsen untuk terus meningkatkan kepedulian terhadap ketahanan pangan.
“Konsumen harus cerdas, harus tahu apa yang dikonsumsi, label harus dipahami, dibaca, ada izin edar atau tidak, komposisinya, dan saran penyajian. Jangan sampai konsumen acuh tak acuh dan produsen memproduksi tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan demikian harapannya produksi pangan di Indonesia bisa lebih baik lagi dari segi mutu, dari segi keamanan pangan, sehingga bisa membantu pemerintah dalam hal pengawasan pangan,” ujar Adhi.
Penulis: Dewi Purningsih