Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Tim Operasi Gabungan Pemulihan Ekosistem Kawasan Taman Nasional (TN) Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara menutup 141 lubang bekas tambang emas di lahan seluas 1,15 hektare. Di sisi lain, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pertambangan nasional, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menuntut pemerintah menyibak aktor di balik ratusan lubang tambang emas yang terbengkalai ini.
Dalam kasus tambang emas ilegal Sulawesi Utara, Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar, menerangkan pemerintah seyogyanya tidak hanya fokus pada perkara menutup lubang. Dia mereken, penambangan ilegal di lokasi tersebut mengundang banjir, longsor, serta bencana alam lainnya. Belum lagi, lanjutnya, bencana jangka panjang yang akan terjadi akibat pencemaran bahan kimia berbahaya dari pengolahan emas seperti merkuri dan sianida.
“Mestinya menjadi panduan bagi KLHK untuk mengusut. Siapa saja pemberi modal bagi penambang ilegal itu? Siapa-siapa saja yang menerima manfaat dari tambang ilegal itu? Dari mana mereka mendapatkan sianida dan merkuri? Hal-hal seperti ini harus diusut, dibuka, dan diproses hukum. Sebab, masalah tambang ilegal itu kompleks. Tak sebatas kepada aktor lapangan atau warga yang menambang,” ujar Melky kepada Greeners, Jumat (16/10/2020).
Baca juga: Hari Pangan Sedunia dan Kerentanan Sistem Pangan Nasional di Masa Pandemi
Jatam Sangsikan Kapabilitas KLHK Dudukkan Aktor di Balik Penambangan Ilegal
Melky pun mengungkapkan kesangsiannya pada kapabilitas KLHK untuk dapat mendudukkan aktor di balik penambangan liar. Melky mengaku tidak menaruh harapan pada KLHK untuk mencegah kerusakan hutan dan lingkungan akibat aktivitas tambang di Bumi Pertiwi. Walaupun KLHK dapat menggerakkan aparat penegak hukum, lanjutnya, namun lembaga pemerintah ini bagaikan harimau ompong ketika berhadapan dengan aktor yang memiliki relasi politik yang kuat.
“Lalu, penegakan hukum itu juga. KLHK lebih berani kepada penambang ilegal, tetapi, ‘takut’ berhadapan dengan koporasi yang memiliki relasi politik dan bisnis ke kekuasaan,” protes Melky.
Sebelumnya, Tim Operasi Gabungan yang melibatkan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) KLHK; Balai TN Bogani Nani Wartabone; Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow; Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, dan Kejaksaan; per 12 Oktober 2020 menghentikan kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Potolo, Desa Tanoyan Selatan, Kecamatan Lolayan; dan Ikuna, Desa Ikuna, Kecamatan Dumoga Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkum KLHK, Sustyo Iriyono pada keterangan tertulisnya (14/10) menyampaikan, operasi penutupan lubang tambang emas ini merupakan lanjutan kasus pengamanan barang bukti satu unit excavator dan seorang penambang ilegal. Kasus tersebut telah selesai disidangkan dengan putusan pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 1,5 miliar serta penyitaan alat berat.
Baca juga: Komite Pendayagunaan Petani: Negara Punya Utang Besar kepada Petani
KLHK Fasilitasi Warga Lokal dengan Pelatihan Mata Pencarian Alternatif
Lebih jauh, guna memberikan inspirasi dan alternatif mata pencarian bagi warga sekitar wilayah tambang emas ilegal, Ditjen Gakkum KLHK menggelar pelatihan pemberdayaan masyarakat. Sustyo menyebut, saat ini Balai TN Bogani Nani Wartabone mengembangkan mata pencarian alternatif untuk masyarakat sekitar TN. Mata pencarian alternatif ini antara lain pengembangan usaha kemiri, eco-print, dan budidaya jamur tongkol jagung.
Ditjen Gakkum KLHK juga melatih lima belas orang Perempuan Inspiratif Mitra Polhut (PIMP) yang berasal dari desa sekitar kawasan hutan.
“Pelatihan kewirausahaan ini diharapkan dapat membentuk pelopor dan role model yang akan mengubah perilaku penambang-penambang ilegal sehingga menginspirasi adanya perubahan mata pencarian baru,” terang Sustyo.
Mengomentari maraknya penambangan emas ilegal di daerahnya, Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow, Dra. Hj. Yasti Soepredjo Mokoagow menekankan keseriusannya mendukung kegiatan operasi penutupan lubang emas ilegal. Menurutnya, aktivitas penambangan emas ilegal berimbas negatif pada Kabupaten Bolaang Mangondow karena menguras begitu banyak energi para aparatur negara.
“Setiap tahun wilayah Bolaang Mangondow banjir, longsor dan terkena bencana alam lainnya, termasuk bencana jangka panjang karena limbah berbahaya pengolah emas seperti merkuri dan sianida,” ujar Yasti.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Ixora Devi