Jakarta (Greeners) – Menjelang transisi kepemimpinan pemerintahan Indonesia, 18 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia menyampaikan ‘Resolusi Banda Naira 2024’. Jaring Nusa meminta pemerintah lebih serius dalam memberikan ruang keadilan dan perlindungan untuk wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di kawasan timur Indonesia.
Seruan tersebut menjadi respons terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama satu dekade kepemimpinan. Jaring Nusa menilai, tidak ada political will yang jelas untuk mengakui dan melindungi wilayah pesisir serta masyarakat yang hidup di atasnya.
Sebaliknya, Jokowi terbukti lebih mengutamakan investasi besar-besaran. Menurut Jaring Nusa, hal itu merugikan hak-hak masyarakat pesisir dan pulau kecil di kawasan timur Indonesia. Jaring Nusa khawatir kepemimpinan Prabowo dan Gibran akan meneruskan agenda ini. Sebab, program mereka masih memprioritaskan investasi skala besar dengan pendekatan ekstraktif.
BACA JUGA: Konferensi Tenurial 2023: Kerusakan Ekologis Makin Masif
Dinamisator Jaring Nusa, Asmar Exwar mengatakan, pemerintah baru harus bersungguh-sungguh dalam merumuskan kebijakan. Sehingga, kebijakan tersebut bisa memberikan jaminan perlindungan dan pengakuan terhadap wilayah kelola rakyat di pesisir, laut, pulau kecil, dan wilayah adat yang terdampak krisis iklim.
“Juga terhadap tekanan dinamis yang menyertainya dari berbagai kebijakan pembangunan yang berdampak negatif secara langsung,” ungkap Asmar dalam konferensi pers ‘Coastal and Small Islands People Summit 2024’, Kamis (12/9).
Harapan Jaring Nusa untuk Pemerintahan Baru
Dalam ‘Resolusi Banda Naira’, Jaring Nusa juga menyoroti beberapa hal yang perlu pemerintahan selanjutnya lakukan. Di antaranya, memastikan keselamatan masyarakat pesisir dan pulau kecil di kawasan timur Indonesia dari dampak krisis iklim.
Jaring Nusa juga menyoroti sektoralisme dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam. Menurut mereka, selama ini pemerintah menjadikan wilayah pesisir dan kepulauan sebagai objek eksploitasi. Hal ini menimbulkan berbagai ancaman dan kerentanan terhadap risiko bencana ekologi.
Jaring Nusa berharap agar pemerintah bisa menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan secara adil. Mereka juga meminta agar pemerintah bisa memiliki produk kebijakan yang mendukung keberlanjutan ruang hidup masyarakat pesisir.
BACA JUGA: Kebakaran di Bromo Berdampak Besar pada Kerusakan Ekologi
Selain itu, Jaring Nusa mendesak pemerintahan baru untuk memprioritaskan RUU Keadilan Iklim dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2025. Mereka mengingatkan bahwa masyarakat pesisir sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Sehingga, instrumen hukum seharusnya mengakui dan melindungi hak-hak mereka dalam mengelola sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
Jaring Nusa juga menyerukan agar pemerintahan baru memastikan kedaulatan pangan, air, dan ekonomi lokal menjadi arus utama. Terutama, dalam agenda pembangunan di wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil pada kawasan timur Indonesia.
Mereka mendesak evaluasi dan penghentian proyek-proyek pembangunan yang merusak sumber daya pangan, air, dan ekonomi lokal masyarakat pesisir. Selama ini, wilayah-wilayah tersebut telah menjadi target industri ekstraktif yang meningkatkan kerentanan ekologis.
Ancaman Kerusakan di Kawasan Pesisir
Ketua Lembaga Pengembangan Sumberdaya Nelayan Nusa Tenggara Barat (NTB), Amin Abdullah memberikan contoh konkret yang menjelaskan dampak negatif dari izin tambak udang skala besar dan penambangan pasir laut di Selat Alas NTB.
Menurutnya, perubahan iklim, limbah industri, dan perampasan ruang laut mengakibatkan penurunan produktivitas perairan dan meningkatkan risiko keselamatan nelayan.
Ancaman kerusakan kawasan pesisir juga masih terjadi di Pulau Sangihe. Ketua Yayasan Suara Nurani Minaesa, Jull Takaliuang, menegaskan perlunya penegakan hukum yang tegas terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Ia menilai bahwa tindakan penegakan hukum yang telah dilakukan sebelumnya oleh tim Bareskrim terkesan tidak serius.
“Semua aktivitas pertambangan ilegal harus dihentikan, jika pemerintah serius ingin menyelamatkan pulau kecil Sangihe,” ungkapnya.
Jull juga berharap pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), segera mencabut izin Reklamasi Pantai Manado Utara dan menghentikan pemberian izin reklamasi lainnya. Selain itu, ia meminta agar KKP menghentikan kebijakan yang menekan nelayan, seperti PIT dan PNBP di Sulawesi Utara.
Dengan menyoroti isu-isu ini, Jaring Nusa berharap pemerintahan baru akan lebih memperhatikan dan melindungi wilayah pesisir dan pulau kecil. Selain itu, memberikan solusi yang adil bagi masyarakat yang bergantung pada ekosistem tersebut.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia