Jakarta (Greeners) – Keberhasilan Indonesia dalam program swasembada beras pada tahun 1984 yang juga sempat mendapatkan penghargaan dari lembaga pangan internasional Food and Agriculture Organization (FAO) kini sudah tidak berlanjut lagi.
Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, MS Sembiring, menerangkan, ketergantungan masyarakat pada beras yang begitu besar semakin terlihat dari jumlah beras yang tiap tahunnya perlu diimpor untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Padahal, jelasnya, menurut data Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, negara ini memiliki 77 jenis karbohidrat yang berpotensi sebagai sumber pangan.
“Namun ,sayangnya, hanya beras yang selalu didorong sebagai sumber pangan,” ujar Sembiring pada diskusi pakar yang diadakan oleh yayasan KEHATI di Jakarta, Rabu (22/10).
Ditemui di tempat yang sama, Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail, pun menyampaikan bahwa data dan fakta konsumsi beras masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun semakin tinggi seiring bertambahnya jumlah penduduk. Konsumsi beras yang tinggi ini memicu impor beras, yang artinya membuat devisa negara berkurang. Selain itu, ketergantungan terhadap satu makanan pokok juga akan berdampak pada ketahanan pangan.
Oleh karena itulah Mahmudi menggagas gerakan Sehari Tanpa Beras (One Day No Rice) yang merupakan salah satu bentuk partisipasi aktif Kota Depok dalam mendukung Gerakan Diversifikasi Pangan serta upaya akselerasi kemandirian pangan.
“Gerakan ini adalah langkah strategis untuk mengubah pola pikir masyarakat sekaligus mampu mengurangi konsumsi beras dan terigu secara signifikan,” tegasnya.
Gerakan yang sudah berjalan sejak tahun 2011 lalu ini merupakan tindak lanjut kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Berbasis Pangan Lokal. Dia juga mengakui setelah tiga tahun gerakan sehari tanpa beras ini, konsumsi beras di Kota Depok menurun 3,9 persen menjadi 253 gram per kapita per hari dari sebelumnya 260 gram per kapita per hari. Pada saat bersamaan, konsumsi pangan alternatif seperti jagung dan umbi-umbian justru meningkat.
Saat ini Kota Depok telah bekerjasama dalam pengembangan pangan lokal dengan beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Jember. Adapun pemerintah daerah yang telah menjalin nota kesepahaman dengan Pemerintah Kota Depok, antara lain Kabupaten Bogor, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Lombok Utara, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Kepulauan Selayar, Kota Kendari, Provinsi Sulsel, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, institusi seperti PT PLN (Persero) Depok, Kodim 0508 Depok, PT Medifarma, dan beberapa hotel, restoran dan rumah makan yang ada di Kota Depok seperti Bumi Wiyata, Mang Kabayan, Bebek Tik Tok, Wisma Hijau, Graha Insan Cita, RM H. Thohir, dan lain-lain telah menjadi pionir sekaligus pelaku aktif dalam upaya mendorong ketahanan pangan Kota Depok.
(G09)