Jakarta (Greeners) – Jakarta punya target ambisius menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) 50 % hingga tahun 2030. Saat ini, baru sekitar 9 %, itu pun bisa saja karena kontribusi pembatasan aktivitas di tengah pandemi Covid-19. Artinya Jakarta punya pekerjaan rumah (PR) untuk menggenjot pengurangan emisi 41 % lagi.
Jakarta punya target sebagai kota berketahanan iklim dengan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 30 %. Bahkan target ambisiusnya 50 % pada tahun 2030.
Kepala Pusat Kebijakan Energi Institut Teknologi Bandung (ITB) Retno Gumilang Dewi menyatakan, lima kontributor utama penghasil emisi GRK di Jakarta yaitu sektor transportasi.
Sektor ini menjadi kontributor utama emisi GRK yakni sebesar 46 %. Lalu pembangkit listrik 31 %, industri manufaktur 8%, rumah tangga 6%, limbah padat tempat pembuangan akhir (TPA) 5 %.
“Sektor transportasi paling besar berkontribusi, ini menjadi tugas berat ke depan menuju net zero emission di Jakarta,” katanya dalam Publik Ekspose Inventarisasi Profil Emisi dan Pelaporan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca DKI Jakarta 2022, Rabu (2/11).
Kontribusi Renewable Energy
Ia menyebut, faktor emisi listrik lebih besar dibanding emisi BBM. Adapun untuk per KWH listrik menghasilkan emisi sekitar lebih dari 0,9 giga ton CO2e. Sedangkan dengan KWH yang sama BBM menghasilkan 0,4 giga ton CO2e.
Akan tetapi, kendaraan listrik lebih efisien sehingga penurunannya sangat kecil. Retno berharap PLN dapat menjalankan komitmennya bahwa dalam jangka panjang nanti akan menuju zero emission.
“Jika tak menggunakan renewable energy hingga tahun 2030 maka emisi yang dihasilkan besar,” ucapnya.
Retno menegaskan, agar Pemprov DKI Jakarta bekerja lebih keras untuk menurunkan target penurunan emisi GRK dengan mengoptimalkan aksi mitigasi perubahan iklim. Capaian penurunan emisi tahun 2020 di semua sektor mencapai 26 %. Sedangkan tahun 2021 sebesar 27 %.
“Meski terlihat naik signifikan, perlu diperhatikan juga bahwa ini bukan semata karena aksi mitigasi. Tapi dipengaruhi dampak signifikan dari pembatasan selama pandemi Covid-19,” kata dia.
Sementara, klaim atas reduksi emisi DKI Jakarta selama tahun 2017 hingga tahun 2021 belum menunjukkan angka positif. Adapun klaim reduksi emisi GRK tahun 2017 sebesar 5,9%, 2018 sebesar 7,3 %. Pada tahun 2019 sebesar 8,7 %, 2020 dan 2021 sebesar 9 %. “Padahal target ambisius DKI Jakarta 50 %, itu artinya harus mengurangi 41 % lagi,” kata dia.
Retno menekankan pentingnya inisiatif Pemprov DKI Jakarta memastikan negosiasi dengan Pertamina menggunakan B50 atau Biodiesel 50 %. Biodiesel ini memiliki emisi gas buang lebih rendah daripada B30 atau B40 yang akan Pertamina jalankan.
Selain itu Retno merekomendasikan percepatan carbon tax utamanya pada PLN, serta mengoptimalkan renewable energy pada industri real estate. “Aksi mitigasi yang cepat dan berdampak signifikan salah satunya bisa dicapai melalui green building utamanya pada real estate,” imbuhnya.
Gencar Turunkan Emisi Jakarta
Sementara itu Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Erni Pelita Fitratunnisa menyebut, ekspose ini bentuk penyampaian informasi ke masyarakat. Khususnya terkait hasil perhitungan penurunan emisi GRK berdasarkan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK.
“Mulai dari informasi profil emisi gas rumah kaca dari sektor energi, limbah, proses industri dan penggunaan produk (IPPU). Juga dari pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya di Provinsi DKI Jakarta,” kata Erni.
Pemprov DKI Jakarta telah gencar melakukan beberapa aksi mitigasi dengan tujuan menurunkan tingkat emisi GRK di wilayah DKI Jakarta. Targetnya tertuang dalam Pergub Nomor 90 Tahun 2021 Tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin