Jakarta (Greeners) – Pemprov DKI Jakarta berkomitmen menerapkan sanksi berupa disinsentif, pembayaran tarif parkir tertinggi terhadap pengguna kendaraan bermotor tak lolos atau belum uji emisi. Upaya ini untuk mengurangi polusi udara di DKI Jakarta yang 75 persennya bersumber dari kendaraan bermotor.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, uji emisi kendaraan bermotor berlaku pada kendaraan dengan usia pakai lebih dari tiga tahun. Hal ini mengacu pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 Tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
“Kami harap seluruh warga Jakarta dapat berperan aktif dalam perbaikan kualitas udara di Jakarta, salah satunya uji emisi ini. Nantinya kendaraan yang tak lolos uji emisi akan dapat sanksi disintensif berupa pengenaan tarif parkir tertinggi serentak tahun depan,” katanya di sela-sela bincang DLH di kawasan Kota Tua DKI Jakarta akhir pekan lalu.
Sebelumnya, penerapan disinsentif tarif parkir ini telah Pemprov DKI Jakarta berlakukan sejak 1 Maret 2021 lalu, di berbagai lokasi. Mulai dari pelataran parkir IRTI Monas, Jalan Medan Merdeka Selatan Jakarta Pusat, Pelataran Parkir IRTI Monas, Jakarta Pusat.
Selain itu juga di pelataran Parkir Blok M, Jakarta Selatan, Lingkungan Parkir Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Pelataran Parkir Samsat Jakarta Barat, Park and Ride Kalideres Jakarta Barat. Kemudian di Gedung Parkir Istana Pasar Baru, Jakarta Pusat dan Plaza Interkon Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Saat ini pengenaan disinsentif tarif parkir berlaku pada pengguna kendaraan roda empat. Asep menyebut, pengenaan tarif parkir tertinggi di lokasi-lokasi tersebut efektif agar masyarakat melakukan uji emisi.
Tarif Parkir Mahal Bakal Meluas
Pihak Pemprov DKI Jakarta akan melakukan perluasan pengamatan tarif tertinggi, utamanya di wilayah-wilayah perkantoran pusat kota. Saat ini pihaknya tengah melakukan integrasi aplikasi uji emisi dengan aplikasi sistem yang ada di lokasi parkir.
“Supaya nanti penerapan parkir tertinggi sudah berlaku dan mulai terkoneksi antara kendaraan yang lulus uji emisi dan mesin parkir di gedung,” ungkapnya.
Mengutip dari laman Instagram Dishub DKI Jakarta, tarif parkirnya Rp 4.000/jam pertama dan Rp 3.000/jam berikutnya. Sedangkan untuk kendaraan yang belum dan atau tidak lulus uji emisi dikenakan tarif parkir tertinggi yaitu Rp 7.500/jam pertama dan tiap jam berikutnya.
Uji emisi dapat pemilik kendaraan lakukan di Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta hingga bengkel-bengkel yang memiliki fasilitas uji. Selain pengenaan tarif parkir tertinggi, disinsentif lain yaitu masyarakat tak dapat memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Asep menegaskan, ketentuan tersebut merupakan salah satu langkah konkret Pemprov DKI untuk menyusun strategi penanggulangan pencemaran udara.
“Utamanya bagaimana mengintegrasikan transportasi Jakarta, memperluas pedestrian untuk pejalan kaki dan pesepeda dan kami juga concern pelaksanaan uji emisi,” ucapnya.
Gugatan Warga Terkait Pencemaran Udara
Jumat (16/9) lalu merupakan tepat satu tahun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan warga terkait pencemaran udara di Jakarta.
Para tergugat dinilai lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dengan melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim memerintahkan pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara. Sementara Gubernur Anies Baswedan memutuskan tak melawan putusan pengadilan dengan banding usai kalah dalam gugatan polusi udara ini.
Asep menyatakan Pemprov DKI Jakarta tak melakukan banding karena menyadari bahwa hak-hak warga negara harus menjadi prioritas. “Kalau memang kondisi udara buruk maka diperbaiki. Karena kita sepakat menjadikan udara kota Jakarta lebih baik lagi setahap demi setahap,” imbuhnya.
Sementara perwakilan dari Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) Indonesia Etsa Amanda menyatakan, penanganan polusi udara di Jakarta harus terintegrasi antar transportasi publik, sepeda dan jalur pejalan kaki yang memadai.
“Kita harus mendorong integrasi transportasi publik, tak hanya sesama transportasi publik. Akan tetapi juga infrastruktur pejalan kaki dan sepeda,” Etsa.
Selain itu, ia menilai pentingnya pengenaan tarif parkir tertinggi tak hanya pada kendaraan tak uji emisi, tapi juga kendaraan bermotor. Dibanding negara-negara lain di Asia, Indonesia termasuk dalam negara paling rendah untuk pengenaan parkir kendaraan bermotor.
“Karena tarif parkir yang mahal maka diharapkan masyarakat tidak lagi nyaman pakai kendaraan bermotor hingga beralih ke transportasi publik,” ujarnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin