Isu Perubahan Iklim Masih Dianggap Isu Tingkat “Dewa”

Reading time: 2 menit
Foto : Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Isu Perubahan Iklim hingga saat ini masih dianggap sebagai isu yang hanya dimengerti oleh para akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Kementerian maupun masyarakat dengan tingkat pengetauan yang tinggi. Hal tersebut diakui oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nur Masripatin.

Menurut Nur, isu perubahan iklim saat ini memang masih dianggap sebagai isu yang sulit dimengerti khususnya bagi masyarakat yang memang tidak pernah mengetahui apa itu perubahan iklim.

“Kami ini juga cukup frustasi, lho. Kita sampai mencari siapa orang atau badan yang bisa membantu kami dalam mengkomunikasikan pentingnya isu perubahan iklim ini karena isu ini masih dianggap sebagai isu tingkat “dewa”,” ujar Nur, Jakarta, Senin (05/10).

Nur berharap agar media juga berperan aktif dalam menerjemahkan rumitnya permasalahan isu perubahan iklim ini agar menjadi suatu informasi yang ringan dan mudah untuk dicerna oleh masyarakat.

“Dahulu itu ada yang mengusulkan kalau pembahasan perubahan iklim disamakan dengan pembahasan surga dan neraka. Ini bagaimana caranya media bisa membuat masyarakat percaya tentang perubahan iklim tanpa harus meminta buktinya,” tutur Nur berseloroh.

Menurut Nur, Asia saat ini telah dianggap sebagai salah satu wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Diperkirakan ada sekitar 24 pulau-pulau kecil di Indonesia telah tenggelam akibat kenaikan elevasi muka air laut atau Sea Level Rise (SLR) dan pada tahun 2030 diprediksi akan meningkat menjadi sekitar 2000 pulau.

Rizaldi Boer, Anggota Dewan Pembina Indonesia Climate Aliance juga mengamini pernyataan Nur. Menurutnya, isu perubahan iklim sebenarnya adalah isu yang sangat menarik. Namun yang terjadi sekarang, semua pihak masih belum bisa menjadikan isu yang menarik ini menjadi isu yang penting.

“Kenapa kita tidak mampu membuat isu ini menjadi penting? karena kita tahu pemerintah daerah pun tidak bisa menerjemahkan isu ini menjadi penting. Sekarang ini makanya kita mencoba bagaimana kegiatan inisiasi Climate Week ini menjadi menarik dan penting,” pungkasnya.

Sebagai informasi, konferensi Perubahan Iklim di Paris, Prancis pada tanggal 30 November hingga 11 Desember 2015 sudah di depan mata. Menghadapi konferensi tersebut, Indonesia perlu banyak persiapan agar sigap untuk terlibat dan memiliki posisi yang kuat dalam kesepakatan global tentang perubahan iklim terbesar di dunia ini. Demi konferensi itu pula, para pemangku kepentingan kini bersatu dalam wadah Indonesia Climate Alliance, yang mana di dalamnya ada pemerintah, praktisi, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat dan juga komunitas.

Pada tanggal 6 hingga 9 Oktober mendatang, para pemangku kepentingan tersebut akan menggelar inisiasi Climate Week dengan tema “Building Climate Change Resilience at Regional, National and Local Level” dengan tujuan untuk mendukung pengarusutamaan ketahanan perubahan iklim melalui pertukaran pengalaman, ide-ide, serta pengetahuan antar pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional maupun regional.

Selain itu, Climate Week ini juga bermaksud untuk mengaktifkan komunikasi, kesamaan pemahaman serta meningkatkan jejaring untuk mendorong kolaborasi di antara para pelaku, badan pemerintah, organisasi nasional maupun internasional serta sektor swasta.

Penulis: Danny Kosasih

Top