Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional menilai, isu keamanan lingkungan dan pangan luput dalam debat calon presiden (capres) putaran ketiga. Perbincangan masih berfokus pada alutsista kesejahteraan tentara dan kedaulatan teritorial negara.
Debat capres putaran ketiga dengan tema pertahanan, keamanan, geopolitik, dan hubungan internasional masih erat dengan isu lingkungan hidup. Terutama komitmen iklim global, rantai pasok perdagangan sawit, transisi energi, dan hilirisasi nikel.
BACA JUGA: Isu Hak Atas Lingkungan Hidup Hilang saat Debat Capres
Padahal, konsep keamanan telah terjadi perluasan ruang lingkup hidup. Tidak lagi hanya berfokus pada keamanan negara, melainkan juga keamanan manusia (human security) yang melampaui pendekatan negara sentris dan militer. Hal itu mencakup keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan ekologis atau lingkungan, keamanan individu, keamanan kesehatan, keamanan komunitas, dan keamanan politik.
Juru Kampanye Hutan dan Kebun Eknas Walhi, Uli Arta Siagian mengatakan, ada pembahasan yang lompat saat debat capres pada Minggu (7/1). Padahal, dalam skala kecil, keamanan manusia dan lingkungan di Indonesia perlu disoroti.
“Kenapa ketika berbicara ketahanan dan keamanan selalu berbicara hal yang besar-besar? Misalnya, alutsista dan lain sebagainya. Padahal, sebelum sampai ke sana, ada keamanan dan pertahanan yang setiap harinya itu rakyat kita terancam,” kata Uli saat Diskusi Publik Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di Jakarta, Selasa (9/1).
Kebijakan Food Estate Tidak Menjawab Keamanan Pangan
Pada keamanan pangan dan ekonomi, Walhi menilai kebijakan food estate tidak dapat menjawab persoalan keamanan pangan. Sebaliknya, kebijakan tersebut mendatangkan permasalahan baru terkait kerusakan lingkungan hidup. Hal itu kontradiktif dengan fakta kelaparan Papua yang mengakibatkan 29 orang asli Papua harus meninggal dunia pada 2023.
“Lalu, dijawab lagi dengan kebijakan food estate yang memberikan pengelolaan lahan yang luas kepada pemodal. Sejarahnya, kita gak punya keberhasilan food estate sejak era Soeharto di mana ex gambut di Kalimantan satu juta menjadi lahan food estate dan gagal. Lalu, berlanjut lagi kegagalannya di zaman SBY dan rezim Jokowi periode prtama dan kedua,” ujar Uli.
BACA JUGA: Walhi: Corak Ekonomi Ekstraktif Masih Jadi Pilihan Cawapres
Menurut Uli, perlu perhatian lebih terkait masalah ketimpangan lahan dan penurunan jumlah petani imbas perampasan tanah oleh negara atau aktor non negara. Jika tidak, kondisi ini akan melahirkan monopoli yang pada akhirnya melahirkan gap-over produksi pangan, sementara kelaparan masih terus terjadi.
Utamakan Keamanan Rakyat
Para kandidat capres perlu mengutamakan keamanan rakyat bersama ruang hidupnya. Sebab, saat ini konflik pengusiran rakyat dari ruang hidupnya menyebabkan keamanan kian terancam.
“Rempang, misalnya, yang berhadapan dengan situasi penggusuran. Lalu, kita membayangkan peperangan negara? Tetapi pada situasi yang sama, rakyat kita juga terancam keselamatannya dengan semua instrumen kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah sendiri, itu faktanya,” kata Uli.
Uli melanjutkan, konflik ancaman penggusuran, intimidasi, dan kriminalisasi kini semakin masif di kala pemerintah tetap meletakkan ekstrasi sumber daya alam. Jika dilihat dari perdebatan capres putaran ketiga, dua kandidat Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo selalu mengulang soal hilirisasi.
“Seperti yang kita tahu, pada saat selisih satu atau dua hari setelah perdebatan kedua, semua membanggakan hilirisasi dan dua smelter (peleburan) kita meledak dan lebih dari 10 orang mati. Jadi, hilirisasi yang dibanggakan itu dibangun di atas air mata, penderitaan, dan nyawa yang hilang. Hak untuk merasa aman dan nyaman itu hilang,” ungkap Uli.
Perubahan Iklim Ancam Keamanan Negara
Dampak perubahan iklim yang cepat terhadap permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan dapat menyebabkan ketidakamanan di tingkat lokal dan internasional. Hal ini dapat menyebabkan kerentanan pasokan pangan, air, energi, mata pencaharian, bencana terkait iklim, dan migrasi paksa.
Oleh sebab itu, perubahan iklim akan saling berhubungan dengan keamanan negara. Sehingga, upaya membangun kerja sama dan stabilisasi pada tingkat nasional dan internasional, tidak bisa mengabaikan dampak terkait iklim atau bahayanya terhadap lingkungan.
“Lalu, pada perdebatan yang kemarin itu, hanya capres kandidat nomor satu Anies Baswedan yang ngomongin climate crisis dan pemulihan atas kerusakan lingkungan. Kalau misal kita mendengar loss and damage oleh Anies, itu membuka cara pandang baru ketika kita ngomongin soal pertahanan dan keamanan,” kata Uli.
Uli menambahkan, keamanan akan terganggu dengan situasi iklim yang semakin krisis. Kita semua, lanjut Uli, terancam menjadi pengungsi akibat krisis iklim. Misalnya, di Pulau Pari, setiap tahun wilayah di sana datarannya harus hilang sekian meter akibat krisis iklim.
“Sekarang, ada enam pulau yang tercatat hilang begitu saja. Bisa kita bayangkan lingkaran krisis eksploitasi terus terjadi dan ancaman rakyat dari keamanan. Kedua calon lain tidak membicarakan itu dan itu yang luput dari pembicaraan,” ujar Uli.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia