Malang (Greeners) – Kasus gajah Yani yang mati di Kebun Binatang Bandung, Rabu (11/5/2016) lalu, menarik perhatian semua pihak. Kasus tersebut menambah daftar panjang kematian satwa di kebun binatang.
Sebelumnya, pada Juli 2014 lalu, harimau Sumatera, Melanie, mati di Taman Safari Bogor, Jawa Barat. Satwa yang dilindungi itu sebelumnya tinggal di Kebun Binatang Surabaya. Tahun 2013, Melanie sempat dikirim ke Taman Safari Cisarua, Bogor, untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik. Melanie mati pada usia 16 tahun. Di usia tersebut, berat tubuhnya mencapai 40-50 kilogram, sangat kurus untuk ukuran harimau tua.
Direktur Eksekutif Indonesia Society for Animal Welfare (ISAW), Kinanti Kusumawardani mengatakan bahwa kasus ini menunjukkan betapa memprihatinkannya kondisi pemeliharaan satwa di kebun binatang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai etika dan kesejahteraan satwa.
“Kondisi ini bisa dicegah manakala fasilitas dan kondisi kebun binatang layak,” katanya, Jumat (13/5/2016).
Menyikapi kondisi ini, Kinanti mengajak masyarakat turut serta memantau dan menilai kondisi satwa di kebun binatang melalui aplikasi Zoo Reporting for Citizens Application (Zoo Recapp). Zoo Recapp merupakan platform penilaian yang memberdayakan warga (citizen assessment) untuk menilai kondisi satwa di kebun binatang secara mudah dan sistematis.
Kinanti menjelaskan, proses penilaian dalam Zoo Recapp mengacu pada metode penilaian terstandar Zoo Exhibit Quick Audit Process (ZEQAP). Aplikasi ini dirancang sebagai metode ilmiah bagi publik untuk melakukan monitoring dan penilaian kebun binatang secara berkala.
Caranya, publik cukup login menggunakan nama dan alamat email. Aplikasi Zoo Recapp dapat langsung menjawab serangkaian pertanyaan terkait kesejahteraan satwa pada kandang atau area tertentu di kebun binatang.
“Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan. Melalui Zoo Recapp ini nantinya rutin melakukan monitoring, penilaian, dan pelaporan kondisi kesejahteraan satwa di kebun binatang,” ujarnya.
Dikatakan Kinanti, regulasi terkait pemeliharaan satwa di lembaga konservasi sebenarnya telah diatur dalam Permenhut Nomor 31 Tahun 2002 tentang Lembaga Konservasi dan Peraturan Dirjen PHKA Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi.
Pasal 9 Permenhut Nomor 31 tahun 2012 disebutkan bahwa ketersediaan dokter hewan dan paramedik sebagai tenaga kerja permanen merupakan salah satu kriteria yang mutlak dimiliki oleh kebun binatang.
Di pasal 29 juga disebutkan bahwa lembaga konservasi dilarang memperagakan satwa sakit atau menelantarkan satwa dengan cara yang tidak sesuai dengan etika dan prinsip-prinsip kesejahteraan satwa.
“Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut bisa berakibat sanksi administratif seperti pencabutan izin operasi atau penghentian layanan sementara,” jelasnya.
Kendati demikian, kata Kinanti, masih terdapat celah dalam regulasi tersebut yang dapat memperlambat proses penindakan. Semisal, sanksi bisa dijatuhkan apabila kebun binatang atau lembaga konservasi diberi peringatan tertulis dari Dirjen PHKA sebanyak tiga kali berturut-turut. Peringatan tertulis diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan tim yang dibentuk oleh Dirjen.
“Sayangnya, jangka waktu pemeriksaan kebun binatang itu setiap 5 tahun sekali, sehingga tidak mencerminkan keadaan terkini dari sebuah lembaga konservasi. Misalnya, Kebun Binatang Bandung terakhir berhasil mendapat Akreditasi B tahun 2011, mengacu pada hasil pemeriksaan,” ungkapnya.
Kinanti juga menambahkan bahwa persoalan kepemilikan dan pengelolaan kebun binatang di Indonesia adalah masalah krusial. Terkadang menjadi sulit bagi pihak otoritas untuk mengambil tindakan. “Regulasi sudah ada, tapi pelaksanaan di lapangan perlu dievaluasi kembali. Hal ini tidak lain semata-mata untuk menjaga satwa yang ada di kebun binatang,” jelasnya.
Langkah ISAW mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pengecekan kebun binatang disambut positif lembaga yang bergerak untuk perlindungan satwa liar dan hutan, Protection of Forest & Fauna (Profauna) Indonesia.
“Masyarakat harus partisipatif dalam memantau dan menilai. Langkah ini perlu digalakkan di semua daerah di Indonesia,” kata Koordinator Profauna Jawa Barat, Rindu Aunillah Sirait, melalui rilisnya.
Dalam kasus kematian gajah Yani di Kebun Binatang Bandung, Rindu mengimbau agar semua elemen hendaknya disikapi dengan bijaksana. Jangan sampai terjebak pada informasi yang justru jauh dari fokus utama dalam melindungi satwa-satwa yang ada di Indonesia.
“Fokus utama adalah keselamatan dan kesejahteraan satwanya, jangan dibawa ke ranah kepentingan ekonomi, apalagi politik,” tandasnya.
Penulis: HI/G17