Jakarta (Greeners) – Presiden Joko Widodo pada 14 April 2016 lalu menyatakan akan menghentikan sementara (moratorium) perizinan kelapa sawit. Komitmen ini akhirnya terealisasi dalam sebuah kebijakan berupa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit yang telah ditandatangani di Jakarta pada 19 September 2018.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2017, potensi luas lahan minimal yang dapat dijadikan obyek moratorium sawit sekitar 948.418,79 hektare. Inpres moratorium sawit ini setidaknya menghentikan izin pembukaan lahan sawit baru untuk tiga tahun ke depan. Dengan demikian diharapkan produktivitas perkebunan sawit meningkat dan keseimbangan baru di pasar minyak sawit dapat terbentuk.
BACA JUGA: Sertifikasi ISPO dan RSPO untuk Industri Sawit Berkelanjutan
Peneliti Sawit Watch Indonesia Achmad Surambo mengatakan, dalam satu dekade terakhir maraknya izin pembukaan lahan telah menyebabkan produksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) meningkat. Kenaikan ini sayangnya tidak diimbangi dengan permintaan sehingga terjadi kelebihan produksi hingga 4,8 juta ton, akibatnya harga jual CPO jatuh.
Menurut Achmad, dari jumlah hutan yang dikonversi ke lahan sawit, Indonesia saat ini telah kelebihan lahan sekitar 960 ribu hingga 1 juta hektare. “Inpres moratorium ini dilatarbelakangi karena produktivitas kebun kelapa sawit kita kecil, rata-rata hanya 12 ton TBS (Tandan Buah Segar) per hektar per tahun, sedangkan target pemerintah hampir 36 ton. Itu gapnya tinggi sekali. Jadi bagaimana lahan yang ada ini harus dibuat meningkat produktivitasnya,” ujar Achmad kepada Greeners, Rabu (26/09/2018).
Menurut Achmad, Inpres moratorium perkebunan sawit juga merespon kondisi CPO yang saat ini melebihi pasokan. Ia menilai, diluncurkannya bahan bakar B20 merupakan upaya pemerintah untuk menyerap CPO yang melimpah dan untuk memunculkan pasar baru.
“Diharapkan rumus Inpres moratorium sawit dengan B20 ini bisa membuat CPO yang diproduksi berlebih bisa turun dan harga CPO menjadi baik,” kata Achmad.
BACA JUGA: Menko Luhut: Deforestasi Sektor Sawit Terkecil Dibandingkan Peternakan Sapi
Sebelumnya, pada 31 Agustus 2018, Menteri Koordinator bidang Perekonomian telah meluncurkan perluasan mandatori penggunaan biodiesel 20 persen (B20) dengan tujuan untuk mengurangi produksi dari CPO yang melimpah serta untuk menaikan devisa negara dari perkebunan kelapa sawit.
“B20 akan mengurangi penumpukan stok CPO. Saya perkirakan tahun depan penumpukan tersebut bisa turun dan devisa ekspor kelapa sawit meningkat,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution saat acara peluncuran B20.
Penulis: Dewi Purningsih