Jakarta (Greeners) – Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi tuan rumah Asian Elephant Range States Meeting (AsERSM) atau ajang pertemuan 12 negara Asia yang memiliki populasi gajah. Pertemuan yang dilaksanakan untuk kedua kalinya ini berlangsung pada tanggal 18-20 April 2017 di Jakarta, dimana sebelumnya pada tahun 2006 pertemuan yang sama dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia.
Delegasi Indonesia yang diwakili oleh Plt. Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Bambang Hendroyono, menyampaikan bahwa pertemuan ini menjadi media untuk membangun dialog produktif antara wakil-wakil pemerintah masing-masing negara. Bambang mengatakan, Indonesia menaruh perhatian besar pada pengembangan kegiatan konservasi gajah. Termasuk di dalamnya sektor pendidikan dan penelitian untuk dapat meningkatkan partisipasi pelestarian gajah.
“Saat ini gajah termasuk 25 satwa dengan status yang terancam punah, Indonesia menargetkan peningkatan populasinya sebesar 10 persen pada 2014-2019,” terang Bambang, Jakarta, Jumat (21/04).
BACA JUGA: Koridor RIMBA Dibutuhkan untuk Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera
Indonesia, lanjut Bambang, menjadi salah satu dari sedikit negara dengan populasi gajah yang telah mengembangkan dan melakukan pembaruan dokumen Strategi Konservasi Gajah Indonesia dan Rencana Aksi (2007-2017). Bagi Indonesia, AsERSM ini penting untuk mendapatkan masukan terhadap pembaruan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah 2018-2028.
Apalagi, Indonesia merupakan negara yang memiliki dua sub-spesies gajah Asia sekaligus, yaitu Kalimantan dan Sumatera. Populasinya saat ini diperkirakan tersisa 1.724 individu (FKGI,2014), menurun sekitar 28% dari tahun 2007 yang tercatat sekitar 2.400-2.800 individu. Pada tahun 2011, Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) statusnya telah menjadi Critically Endangered (CR). Hal ini disebabkan karena jumlah populasi yang menurun kurang lebih 80% selama lebih dari 3 generasi.
“Selain itu, lebih dari 69 persen habitat gajah sumatera yang potensial telah berkurang dalam 25 tahun terakhir. Kondisi seperti ini terjadi pada populasi gajah di hampir semua negara-negara di Asia,” tegasnya.
BACA JUGA: Studi DNA Tunjukan Kondisi Gajah Sumatera di Tesso Nilo
Sementara itu, Chair of Asian Elephant Specialist Group (AsESG) Vivek Menon berharap pada pertemuan ini akan terjalin kerjasama baik bilateral maupun multilateral. Dengan demikian akan tercapai visi yang sama antar negara Asia dalam pelestarian gajah. Delegasi yang hadir, menurutnya, dapat belajar, saling bertukar informasi dan pengalaman untuk mengetahui kebutuhan prioritas pelestarian gajah di masing-masing negara.
“Pasca pertemuan ini, saya berharap setiap negara agar dapat menyusun Rencana Aksi Konservasi Gajah Nasional yang akan menjadi acuan untuk Rencana Aksi pada level yang lebih luas,” kata Vivek Menon.
Sebagai informasi, pertemuan multilateral ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama konservasi gajah antar negara-negara di Asia. Disamping Indonesia, 11 negara Asia yang terlibat pada (AsERSM) ini yaitu India, Malaysia, Thailand, Cambodia, Sri Lanka, Bangladesh, Bhutan, Lao PDR, Republik Rakyat Tiongkok, Myanmar dan Vietnam. Pada Pertemuan AsERSM juga dilakukan penandatanganan “The Jakarta Declaration for Asian Elephant Conservation” yang merupakan salah satu bentuk komitmen negara-negara Asia yang memiliki populasi gajah untuk bersama-sama melestarikan gajah di Asia.
Penulis: Danny Kosasih