Jakarta (Greeners) – Indonesia akhirnya meratifikasi Protokol Nagoya dengan menerbitkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Ratifikasi Pengesahan Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul Dari Pemanfaatannya.
“Penerbitan Undang-Undang No. 10 Tahun 2013 dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2013 merupakan refleksi dari politik bebas aktif Indonesia serta bukti nyata keseriusan dan ketegasan posisi Indonesia dalam menggalang kerja sama global untuk pengawasan perdagangan internasional bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu serta pengelolaan sumber daya genetik,” kata Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dalam Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati (KEHATI) 22 Mei 2013 dan Talkshow “Peluang dan Tantangan Protokol Nagoya bagi Indonesia” di Hotel Bidakara, Jakarta, pada hari Rabu (22/05).
Indonesia menjadi salah satu negara bersama 16 negara lain yang telah meratifikasi Protokol Nagoya tersebut.
Dengan meratifikasi maka Indonesia dapat memperoleh manfaat dari Protokol Nagoya, seperti penegasan penguasaan negara atas sumber daya alam dan menguatkan kedaulatan negara atas pengaturan akses terhadap sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional dari masyarakat hukum adat dan komunitas lokal, yang sesuai Pasal 33 dan Pasal 18 UUD 1945.
Protokol Nagoya juga mengatur pencegahan pencurian dan pemanfaatan tidak sah terhadap keanekaragaman hayati (biopiracy), menjamin pembagian keuntungan (finansial maupun non-finansial) yang adil dan seimbang atas pemanfaatan sumber daya genetik, serta menciptakan peluang untuk akses alih teknologi pada kegiatan konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
MenLH mengatakan UU No. 11 Tahun 2013 merupakan langkah awal pengaturan bagi pemanfaatan sumber daya genetik serta pengetahuan tradisional terkait dengan sumber daya genetik di Indonesia. UU tersebut menjadi penting karena Indonesia merupakan salah satu negara terkaya ketiga di dunia atas sumber daya genetik dan merupakan negara terkaya nomor satu di dunia apabila kekayaan keanekaragaman hayati laut diperhitungkan.
Pemerintah sendiri telah menyusun instrumen pendukung berupa strategi nasional (stranas) implementasi Protokol Nagoya, kelembagaan, pedoman tentang Prosedur Akses, Persetujuan atas Dasar informasi Awal (PADIA), dan Kesepakatan Bersama. Instrumen pendukung yang telah disusun oleh Pemerintah tersebut akan menjadi materi pengaturan dalam RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Genetik. RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Genetik dapat segera diproses dan mendapat dukungan penuh dari DPR RI.
“Kementerian Lingkungan Hidup juga telah membentuk kelompok kerja untuk menjalankan mandat Protokol Nagoya. Dengan demikian kami mengharapkan kebijakan ini dapat diintegrasikan ke dalam pembangunan nasional pasca 2014”, jelas Menteri Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup telah menyiapkan beberapa konsep sebagai instrumen.
Pendukung untuk implementasi Protokol Nagoya, seperti Strategi Nasional Implementasi Protokol Nagoya, Kelembagaan yaitu KLH selaku National Focal Point, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan National Competent Authorities, LIPI selaku Scientific Authority, Balai Kliring dan checkpoint).(G03)