Jakarta (Greeners) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat pada tahun 2014 jumlah impor garam mencapai angka 2,25 juta ton. Sementara tahun ini, garam yang diimpor mencapai 405.233 ton. Sedangkan untuk produksi garam nasional hanya 2,1 juta ton dan itu pun garam konsumsi, bukan garam industri.
Menteri KKP, Susi Pudjiastuti mengungkapkan, berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan, saat ini kebutuhan garam nasional untuk konsumsi mencapai 1,7 juta ton dan garam untuk industri sebanyak 2,1 juta ton per tahun.
“Pemerintah sudah berupaya meningkatkan produksi garam nasional dengan menambah lahan petani garam. Pemerintah juga telah menggelar rapat bersama Kementerian Perdagangan dan importir garam yang sayangnya rapat selama enam jam itu tak menemui kata sepakat,” jelasnya pada Konferensi Pers Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Impor Garam di Jakarta, Rabu (05/07) kemarin.
Sedangkan untuk rincian realisasi impor garam industri pada periode 1 Januari sampai dengan 25 Mei 2015 yang mencapai 405.233 ton tersebut terbagi untuk kebutuhan industri farmasi, chlor alkali plant (CAP), dan industri lain-lain. Dengan perinciannya, sebanyak 404.475 ton garam diimpor oleh industri CAP, ditambah oleh 681 ton impor oleh industri farmasi, serta 77 ton oleh industri lain-lain.
Susi mengakui, memang garam industri untuk kebutuhan farmasi masih harus diimpor karena industri tersebut membutuhkan garam dengan kadar NaCl 99 persen dan kadar NaCl setinggi itu belum dapat dipenuhi oleh petani garam lokal.
Namun demikian, menurutnya, kebutuhan garam untuk industri lain-lain dan CAP seharusnya dapat dipenuhi oleh garam petani lokal. Pasalnya, kadar NaCl yang dibutuhkan hanya berada pada kisaran 96 persen.
“Para importir enggan menurunkan impor garam lantaran menilai kualitas garam petani dalam negeri tak sesuai dengan kebutuhan industri,” jelas Susi.
Oleh karena itu, Menteri Susi meminta kepada Menteri Perdagangan Rahmat Gobel untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam karena dianggap merugikan petani kecil. Susi beranggapan bahwa impor garam yang dilakukan satu bulan setelah masa panen hanya akan menyebabkan kelebihan suplai garam di masyarakat yang membuat harga garam petani anjlok.
“Saya menginginkan bahwa importasi garam konsumsi dilarang secara penuh dan memperketat pengawasan importasinya agar harga garam domestik bisa terjaga. Kalau semua masyarakat tidak mau kerja dan hanya impor, maka bagaimana kita bisa wujudkan kedaulatan pangan?” kata Susi.
Hal itu diinginkan Susi lantaran ia merasa negara tak dihargai oleh para importir garam. Pasalnya, upaya pemerintah meningkatkan produksi garam tak dibarengi penurunan impor garam oleh para pengusaha.
Sebagai informasi, adapun realisasi impor garam industri pada tahun 2014 itu tercatat sebesar 2,25 juta ton. Perinciannya adalah sebanyak 1,66 juta ton untuk industri CAP, sebanyak 473.133 ton untuk industri aneka pangan, sebanyak 2.370 ton untuk industri farmasi dan sebanyak 109.927 ton untuk industri lain-lain.
Penulis: Danny Kosasih