IMM DIY: Tak Ada Urgensi bagi Muhammadiyah untuk Kelola Tambang

Reading time: 4 menit
Ilustrasi tambang. Foto: Freepik
Ilustrasi tambang. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan untuk menerima tawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IMM DIY) menilai tidak ada urgensi Muhammadiyah untuk menerima konsesi tambang ini.

“Kami menaruh sedih dan kecewa atas keputusan PP Muhammadiyah yang akhirnya menerima pemberian konsesi pertambangan dari pemerintah. Kami rasa ini bukanlah semata-mata alasan ekonomi. Muhammadiyah sudah dapat menjalankan roda organisasi yang mandiri dan kuat sejak lama tanpa terlibat di dalam industri ekstraktif pertambangan,” ungkap Ketua Umum DPD IMM DIY, Muh. Taufiq Firdaus kepada Greeners, Senin (29/7).

BACA JUGA: Industri Pertambangan Belum Membawa Kesejahteraan Masyarakat

Sebelumnya, Muhammadiyah menyatakan keputusan ini melalui pertimbangan yang saksama. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan pertimbangan ini dilakukan tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Muhammadiyah juga akan mengembalikan IUP apabila di kemudian hari lebih banyak mafsadatnya.

“Apabila kami pada akhirnya menemukan bahwa pengelolaan tambang itu lebih banyak mafsadat (keburukan) untuk lingkungan sosial dan lingkungan hidup serta berbagai aspek lainnya, Muhammadiyah juga sepakat mengembalikan IUP itu,” katanya.

Taufiq merasa pernyataan tersebut masih janggal. Alasannya, saat ini sudah banyak kajian dari berbagai elemen masyarakat sipil termasuk majelis-majelis dan IMM DIY secara politik, ekonomi, dan dampak lingkungan yang mengatakan bahwa pertambangan batu bara akan berdampak buruk terhadap ekologis. Kendati demikian, kerusakan lingkungan itu tidak semestinya harus menunggu terlihat terlebih dahulu.

“Belajar dari pengalaman praktik pertambangan batu bara sudah jelas merusak lingkungan. Maka semestinya tidak harus menunggu adanya kerusakan lingkungan dulu. Prinsipnya kan dari hulu proses ekstraksi saja juga sudah memiliki dampak terhadap lingkungan. Apalagi di hilirnya,” tegas Taufiq.

Muhammadiyah Memandang Tambang secara Moderat

Kesiapan Muhammadiyah menerima IUP ini juga dilandasi pertimbangan pokok, yaitu ingin mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial untuk banyak orang. Selain itu, Muhammadiyah juga ingin menjadi role model dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak mengesampingkan aspek lingkungan, sosial, dan keadilan.

“Poin penting bagi kami yang menjadi satu kesatuan agar publik tahu, bahwa kami tidak asal menerima soal pengelolaan tambang ini. Namun, juga kami menghargai political will pemerintah untuk menjadikan tambang lewat PP Nomor 25 untuk usaha untuk kesejahteraan sosial lewat organisasi kemasyarakatan,” tutur Haedar.

BACA JUGA: Antam Siapkan Program Pasca Berakhirnya Izin Usaha Tambang

Haedar menambahkan, Muhammadiyah merupakan organisasi besar dan berpengalaman dalam amal usaha. Meski sebagai organisasi yang mandiri, namun Muhammadiyah juga membuka diri untuk bersinergi dengan berbagai pihak dalam memajukan kehidupan bangsa.

Sementara, terkait dengan keuntungan hasil mengelola tambang akan dikembalikan dalam wujud program pemberdayaan masyarakat dan lain sebagainya. Hal itu termasuk juga untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan seterusnya.

“Modal utama Muhammadiyah adalah kemandirian. Namun, kami akan berkolaborasi dalam berbagai usaha sehingga kami bisa berkontribusi terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara,” imbuhnya.

Muhammadiyah juga memandang urusan tambang ini secara moderat. Bagi mereka, tambang tidak boleh dipandang sebagai ladang yang serba positif menggembirakan, apalagi serba duit. Sebaliknya juga jangan menganggap dan meletakkannya sebagai sesuatu yang serba sakit, penuh dengan ancaman dan seakan-akan kiamat apabila masuk ke dunia pertambangan. Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah akan tetap dalam posisi moderat.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan keputusan untuk mengelola tambang tidak ada tekanan dari pihak mana pun. Foto: Muhammadiyah

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan keputusan untuk mengelola tambang tidak ada tekanan dari pihak mana pun. Foto: Muhammadiyah

IMM DIY Desak Muhammadiyah Tolak Tawaran Tambang

Sementara itu, Menteri Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia mengatakan, lahan tambang yang akan diberikan kepada ormas keagamaan merupakan lahan bekas tambang batu bara. Lahan tersebut merupakan lahan bekas perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Kemudian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga mengatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan lahan sisa tambang batubara dan “Satu ormas keagamaan satu”.

“Seperti yang termuat dalam kertas posisi kami bahwa lahan itu antara lain lahan eks PT Tanito Harum, lahan eks PT Arutmin Indonesia, lahan eks PT Kaltim Prima Coal, Lahan eks PT Multi Harapan Utama, Lahan eks Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Kendilo Coal,” tambah Taufiq

Menurut Taufiq, semua lahan bekas perusahaan tersebut memiliki catatan hitam, termasuk dampak lingkungannya. DPP IMM DIY meyakini bahwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengetahui persoalan lahan yang akan diberikan. Mereka juga semestinya mengetahui beberapa catatan hitam terkait lahan dari perusahan-perusahaan tersebut.

Kendati demikian, lanjut Taufiq, seharusnya Muhammadiyah dengan tegas menolak tawaran ini. Muhammadiyah semestinya menjalankan apa yang tercantum dalam Tanfidz Keputusan Muktamar ke-48 halaman 84-85 terkait dengan pelestarian lingkungan.

Salah satu poin penting dari keputusan tersebut yakniterlibat aktif dalam gerakan pelestarian lingkungan pro-ekologis dan pengembangan energi baru terbarukan. Apabila Muhammadiyah tetap melakukan pertambangan batu bara, maka gugurlah harapan pelestarian lingkungan tersebut.

“Meski kami tetap menghormati keputusan yang telah diambil secara kolektif, kami berharap masih ada celah di internal Muhammadiyah untuk meninjau kembali keputusan yang telah diambil. Lalu, tidak menunggu datangnya kerusakan lingkungan terlebih dahulu,” tambah Taufiq.

Ormas Perlu Mengkaji Ulang Tawaran IUP

Peneliti Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, Ahmad Rahma Wardhana mengatakan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) perlu memandang lebih serius terhadap kajian ilmiah yang menyatakan bahwa aktivitas pertambangan tidak sekadar merusak lingkungan, tetapi semakin memperparah krisis iklim. 

“Batu bara itu sudah terbukti banyak dampak buruknya. Itu juga sudah terkonfirmasi dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Saya harap NU dan Muhammadiyah lebih serius memandang bukti-bukti ilmiah ini,” ujar Ahmad.

Ahmad menambahkan, kontribusi ormas untuk mengelola tambang ini bisa mengkhawatirkan dampak perubahan iklim yang semakin parah pada 5 sampai 10 tahun ke depan.

Sebagai Nahdliyin, Ahmad pun berpesan kepada NU sekaligus Muhammadiyah supaya mengkaji dan berpikir ulang dalam menerima tawaran IUP ini. Ia menegaskan, jangan sampai ormas agama terkenang sebagai pemimpin yang meninggalkan jejak kerusakan ekologis di Indonesia.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top