Batu (Greeners) – Ratusan ilmuwan dari 15 negara di ASEAN mengadakan konferensi bertajuk “International Conference on Natural Sciences” (ICONS) 2014. Pertemuan dilakukan di Universitas Ma Chung, Kota Malang dan di Hotel Jambuluwuk, Kota Batu, JawaTimur, tanggal 25 September sampai 28 September 2014.
Ketua Panitia penyelenggara ICONS 2014, Leenawaty Limantara, penyelenggaraan kali ini mengusung tiga tema yaitu The Voice of Asean Research, Natural Sciences: From Laboratory to Industrial Application, serta Regional Networking Meeting of Asian Alumni of The International Climate Protection Fellowship Programme.
Para ilmuwan ini, kata Leenawaty, akan saling memperkuat jaringan di antara para peneliti dan ilmuwan untuk berkontribusi bagi pemecahan permasalahan manusia. Mereka berasal dari Indonesia, Jerman, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Cina, Polandia, Serbia, Srilanka, Mesir, Vietnam, Singapura, Malaysia, Laos, dan Filipina.
Dalam konferensi kali ini, juga akan dibahas tindak lanjut Malang Humboldt Resolution yang dicanangkan tahun 2011 dan dilanjutkan pembentukan konsorsium dan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antar peneliti Humboldt Fellows di Asia.
Pembahasan yang difokuskan dalam konferensi ini juga menyangkut teknologi pengembangan bahan pangan yang aman serta sumbernya, penemuan dan pengembangan obat-obatan yang berasal dari bahan alami, konservasi dan penyimpanan energi kimia, aplikasi skala nano dari mikroskopi dan spektroskopi, serta perlindungan lingkungan dan iklim.
Dalam konferensi, selain presentasi di dalam ruangan yang dihadiri ratusan ilmuwan, para peneliti juga menampilkan poster-poster yang merupakan ringkasan dari riset-riset mereka.
Salah satu peserta konferensi, Anu Kumari Lama, yang mendapatkan fellowship di bidang International Climate Protection (ICP) mengatakan, dampak perubahan iklim kebanyakan terjadi di Negara-negara berkembang meski mayoritas negara yang menyumbang emisi gas buang adalah negara-negara maju.
“ICP Fellowship ini merupakan kumpulan orang dari berbagai latar belakang, peneliti maupun praktisi dari negara-negara berkembang untuk melakukan penelitian mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim di negara masing-masing,” kata Anu Kumari Lama di sela-sela konferensi, Jumat (26/9/2014).
Ia menyebutkan, riset yang dilakukannya di Annapurna Conservation Area (ACA), Nepal, menyoroti berbagai potensi dampak perubahan iklim di bidang pariwisata. Sebab, dari hasil penelitian, pengurangan salju di kawasan gunung akibat dari pemanasan global.
“Salju tidak ada, resapan air juga tidak ada, akibatnya wisatawan yang berkemah kesulitan, dan berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan yang otomatis berdampak pada soal ekonomi,” katanya.
Dengan adanya riset ini, ia berharap masyarakat lokal dan pemangku kepentingan di sana bisa memahami adaptasi perubahan iklim dan penanggulangannya seperti apa. Sebab, hasil pengamatannya, di kawasan ACA sering terlihat kondisi ekstrim. Misalnya saja, pada tahun 2006, salju di sana sangat tebal dan dua tahun terakhir tidak ada salju sama sekali.
“Perubahan iklim bisa berdampak pada semua aspek, ekonomi, sosial, dan lain-lain,” ujarnya.
Ketua pelaksana sekaligus Rektor Universitas Ma Chung, Leenawaty Limantara, berharap, konferensi ini memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi masyarakat di Indonesia dan dunia. Banyak presentasi-presentasi yang merupakan penemuan baru yang diharapkan bisa langsung diaplikasikan kepada masyarakat.
(G17)