Jakarta (Greeners) – Wacana Gubernur DKI Jakarta yang mengatakan tidak akan membatasi pendirian minimarket di Jakarta membuat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) geram. Pasalnya, pernyataan tersebut bertolak belakang dengan ucapan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat yang mengatakan lebih dari 1.000 minimarket di DKI Jakarta bermasalah.
Ketua Umum IKAPPI, Abdullah Mansuri mengatakan bahwa telah terjadi lompatan pendirian minimarket di DKI Jakarta pada dua tahun kebelakang. Bahkan, lanjutnya, banyak diantara minimarket tersebut yang bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
Selain Perpres, lanjutnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat perbelanjaan dan Toko Modern maupun pasal 11 Perda DKI Nomor 2 Tahun 2002 yang mengatur tentang luas dan jarak tempat penyelenggaraan usaha juga telah dilanggar oleh banyak minimarket di Jakarta.
“Pada pasal 11 Perda DKI tersebut menjelaskan mengenai waktu pelayanan penyelenggaraan usaha perpasaran swasta dimulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB. Malah pak Djarot sendiri yang mengatakan semua minimarket di Jakarta menyalahi aturan karena tetap buka selama 24 jam,” jelasnya kepada Greeners, Jakarta, Jumat (13/02).
Abdullah pun menyarankan agar Gubernur DKI Jakarta memahami lebih dalam lagi peraturan-peraturan terkait perpasaran. Selain karena aturan yang ada tidak dilaksanakan, lanjutnya, pendirian 2.254 minimarket di DKI Jakarta saat ini sudah sangat meresahkan. Pertumbuhan minimarket ini juga tidak memberi ruang kepada pedagang kecil seperti warung klontong dan pedagang pasar tradisional untuk berkembang.
“Data IKAPPI memperlihatkan pada 2011 terdapat 1.868 minimarket yang tersebar di seluruh wilayah ibukota, kini jumlahnya sudah mencapai 2.254 minimarket. Dengan jumlah sebanyak itu, maka omset pedagang warung klontong pun turun drastis karena invasi minimarket yang tidak terkontrol dan melanggar peraturan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Abdullah juga meminta kepada pemerintah untuk menaikkan status kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemdag) melalui surat edaran Menteri Perdagangan No 1310/M-DAG/SD/12/2014 yang dikeluarkan pada tanggal 22 Desember 2014 menjadi peraturan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Menteri Perdagangan atau Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini karena surat edaran yang dikeluarkan Kemendag tersebut tidak dipatuhi oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Bahkan, di beberapa daerah di Jawa Barat seperti Cianjur, Purwakarta, Sukabumi, masih ada pendirian toko modern baru.
“Ini kan artinya fakta di lapangan menunjukkan kalau Pemda mengabaikan surat edaran tersebut,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag, Srie Agustina, mengatakan, pemerintah akan tegas dalam menerapkan kebijakan moratorium toko modern. Bila dalam tiga kali surat teguran tidak diindahkan, toko modern itu akan ditutup.
Berdasarkan catatan Kemendag, pada akhir 2014, dari 1.868 mini market yang ada di DKI Jakarta, ada sekitar 37 minimarket yang melanggar ketentuan jarak dan tidak memiliki izin usaha toko modern.
(G09)