Bali (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya membuka pertemuan ke empat Intergovernmental Review (IGR-4) dari Global Programme of Action (GPA) di Nusa Dua, Bali. IGR-4 bertemakan “Pollution in Ocean and Land Connection” merupakan pertemuan internasional negara-negara di dunia untuk membahas perlindungan lingkungan laut dari aktivitas-aktivitas berbasis lahan.
Siti menegaskan bahwa Indonesia sangat berkomitmen dalam implementasi perjanjian global terlebih lagi pada ekosistem laut dan pesisir yang mengalami ancaman serius. Diperkirakan 80 persen pencemaran laut berasal dari aktivitas berbasis laut dan darat.
“Pada pertemuan IGR kali ini, ada sesi yang akan mengkaji global programme of action berkaitan dengan polusi dan ekosistem laut dari tahun 2012 sampai 2017. Kemudian kami juga akan membahas bagaimana GPA yang akan datang, program-programnya apa dan perannya seperti apa. Program tersebut terkait dengan sampah laut, polusi tanah, dan kerusakan biodervisity,” ujar Siti kepada wartawan usai membuka IGR-4 yang berlangsung di Hotel Inaya, Nusa Dua, Bali, Rabu (31/10/2018).
IGR-4 juga akan membahas agenda yang akan dilakukan sampai tahun 2030. Pembahasan mencakup permasalahan ekosistem laut, air limbah yang masuk ke badan air dan ke laut, sampah laut, dan kenaikan suhu bumi yang menyebabkan kenaikan muka air laut.
“Semua itu akan kita komunikasikan ke beberapa negara. Nanti akan terlihat aksi konkretnya apa, lalu perlunya apa. Dirumuskan dan disampaikan kepada GPA lalu kita akan membahas di UN Environment Assembly,” ujar Siti.
BACA JUGA: Jokowi: OOC Harus Menjadi Motor Penggerak Revolusi Mental Global untuk Merawat Laut
Menurut Siti, Indonesia telah mendesak komitmen dari 156 perusahaan untuk mengurangi sampah plastik dan melakukan pembersihan pantai di 19 lokasi, serta melakukan rehabilitasi terumbu karang di 23 lokasi. Pemerintah Indonesia juga meluncurkan Rencana Aksi Nasional untuk mengurangi limbah plastik melalui berbagai kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan.
“Kami telah menyelesaikan evaluasi pada 18 kota pesisir dan hasilnya menunjukkan bahwa total limbah plastik yang ditemukan di perairan kita jauh lebih sedikit dari yang dikira,” kata Siti.
Akan ada beberapa sesi sidang selama dua hari penyelenggaraan IGR-4. Nantinya perwakilan negara-negara akan menyepakati hasil review pelaksanaan program aksi di tingkat global, regional, dan nasional selama periode 2012-2017, Future of the Global Programme of Action pada periode 2018-2022, dan program aksi yang akan dilaksanakan pada periode 2018-2022.
Kesepakatan IGR-4 selanjutnya akan dituangkan dalam Bali Declaration on the Protection of the Marine Environment From Land-Based Activities.
“Saya percaya bahwa forum IGR di Bali akan menghasilkan komitmen yang berguna untuk memecahkan masalah pencemaran laut yang berasal dari kegiatan berbasis lahan,” ucap Siti.
BACA JUGA: Emil Salim: Sungai Jakarta Perlu Pola Penanganan seperti Citarum
Sementara itu, Direktur Regional Asia Pasifik UN Environment, Dechen Tsering, mengatakan, Indonesia berperan sebagai pemimpin untuk masalah perlindungan laut secara global, apalagi saat ini IGR-4 membicarakan tentang perlindungan lingkungan laut dari aktivitas-aktivitas berbasis lahan.
“Kami sangat berterimakasih kepada Indonesia karena kami sangat membutuhkan dukungan dari semua negara untuk melindungi lingkungan laut. Polusi laut adalah hal yang sangat penting karena berkaitan dengan hasil pangan dan pertanian. Oleh karenanya kita butuh semua orang, kita butuh pemerintah untuk membentuk kebijakan, kita butuh masyarakat untuk mengadvokasi, kita butuh pihak swasta untuk berinvestasi. Dalam forum global ini kita bersama-sama melakukan aksi,” ujar Dechen.
Sebagai informasi, pada konferensi lima tahunan Badan Lingkungan Hidup PBB (UNEP) ini, hadir sejumlah Menteri Lingkungan Hidup beserta perwakilan negara-negara anggota UN Environment, organisasi non pemerintah, para ahli, dan sejumlah anggota organisasi yang diakreditasi UN Environment Assembly. Pada acara pembukaan turut hadir Executive Director dari UNEP dan Gubernur Bali.
Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah setelah sebelumnya pertemuan IGR ke-1 diselenggarakan di Montreal, Kanada pada tahun 2001, pertemuan IGR ke-2 di Beijing, Cina tahun 2006, dan pertemuan IGR ke-3 di Manila, Filipina pada tahun 2012 dengan hasil Manila Declaration.
Penulis: Dewi Purningsih