Jakarta (Greeners) β Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) resmi melarang tempat pemrosesan akhir (TPA) dengan praktik open dumping atau secara terbuka di 37 TPA di Indonesia. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengapresiasi langkah ini. Namun, menurut mereka perlu mitigasi untuk transisi yang efektif.
Menurut Deputi Direktur Bidang Program ICEL Bella Nathania, kebijakan ini merupakan langkah penting dalam menegakkan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Namun, kebijakan ini juga harus menyertakan langkah-langkah mitigasi agar tidak menimbulkan permasalahan baru.
βSeperti yang terjadi dalam kasus penutupan TPA Sarimukti di Bandung Barat dan TPA Piyungan di Yogyakarta, tumpukan sampah di jalanan dan pemukiman sempat terjadi. Itu akibat kurangnya kesiapan dalam pengelolaan sampah pascapenutupan,β kata Bella dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/3).
BACA JUGA: 31 TPA di Indonesia Terbakar Imbas Praktik Open Dumping
Mengacu pada UU No.18 Tahun 2008, aturan tersebut sebenarnya telah mengamanatkan pemerintah daerah untuk menutup TPA dengan sistem pembuangan terbuka sejak 2013. Namun, hingga lebih dari satu dekade setelahnya, aktivitas pembuangan terbuka masih ada di berbagai daerah. Bahkan, menyebabkan pencemaran lingkungan.
Hal ini termasuk pencemaran badan air dan air tanah oleh air lindi yang mengandung logam berat. Selain itu, TPA open dumping juga berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (GRK) yang memperburuk krisis iklim.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat pengawasan terhadap TPA yang masih menerapkan aktivitas pembuangan terbuka, ICEL bekerja sama dengan Direktorat Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup KLH/BPLH. Keduanya menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada 16-17 Januari 2025.
Rapat ini bertujuan membahas strategi penegakan hukum di lapangan serta memperkuat koordinasi antarlembaga dalam mendukung kebijakan pengelolaan sampah yang lebih ketat. Hasil pengawasan terhadap 343 TPA kemudian menjadi dasar bagi KLH untuk menetapkan kebijakan pelarangan aktivitas pembuangan terbuka yang diumumkan pada Maret 2025.
Dorong Langkah Strategis
Untuk memastikan transisi yang efektif dalam penghentian aktivitas pembuangan terbuka di TPA, ICEL merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pertama, perlu penyusunan peta jalan penutupan aktivitas pembuangan terbuka berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008.
Menurut ICEL, peta jalan ini harus memuat penguatan regulasi pengelolaan sampah. Ini mencakup penyusunan peraturan di tingkat kabupaten dan kota terkait pemilahan sampah dari sumber dan pengurangan plastik sekali pakai.
Selain itu, reformasi kebijakan juga perlu dilakukan terhadap Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional dalam Pengelolaan Sampah (Jakstranas), serta Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada).
BACA JUGA: Warga Cakung Maknai Ramadan Minim Sampah dengan Praktik Guna Ulang
Selanjutnya ICEL meminta peningkatan prioritas isu pengelolaan sampah dalam kebijakan daerah. DPRD dan pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran dalam APBD minimal tiga persen untuk mendukung sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.
Penguatan sistem pengaduan dan pengawasan untuk kegiatan pengelolaan sampah juga penting. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan aparat penegakan hukum di daerah perlu diperkuat dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran yang masih terjadi di lapangan juga perlu diperkuat.
Beralih ke Sanitary Landfill
KLH juga mewajibkan TPA dengan sistem open dumping wajib beralih ke pengelolaan menggunakan sistem sanitary landfill. Sementara itu, TPA yang tidak memungkinkan untuk rehabilitasi dan menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti di pesisir pantai, lereng, dan bukit, akan KLH tutup secara permanen.
Saat ini, sampah di Indonesia juga terus meningkat. Indonesia menghasilkan 56,63 juta ton sampah per tahun. Namun, sayangnya, baru 39,01% (22,09 juta ton) yang berhasil terkelola dengan baik.
Sebanyak 21,85% (12,37 juta ton) sampah masih tertimbun di TPA dengan metode open dumping. Sementara 39,14% (22,17 juta ton) lainnya terbuang ke lingkungan melalui pembakaran, illegal dumping, atau terbuang ke badan air.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan bahwa kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Hal itu dalam menghentikan praktik open dumping yang mencemari lingkungan, terutama air tanah melalui air lindi.
βSetiap kali hujan, air hujan yang jatuh akan mengalir ke dalam TPA dan menghasilkan air lindi. Air tersebut dapat mencemari air tanah. Bahkan, memperburuk kualitas lingkungan hidup,β ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa pemulihan TPA yang masih menggunakan metode open dumping akan dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan. Sebab, penutupan dan rehabilitasi TPA ini harus hati-hati untuk meminimalkan dampak lingkungan yang terjadi.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia