HUT RI di IKN: Peringatan Kemerdekaan yang Dibayangi Masalah Lingkungan

Reading time: 3 menit
Potret istana di IKN. Foto: Dok IKN
Potret istana di IKN. Foto: Dok IKN

Jakarta (Greeners) – Pada 17 Agustus 2024, upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 akan berlangsung di Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, di balik kemegahan acara tersebut, terdapat jejak kerusakan lingkungan yang signifikan di sekitar lokasi pembangunan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kembali menyoroti dampak-dampak negatif dari pembangunan IKN yang menimbulkan kerusakan lingkungan.

Sejak Presiden Jokowi mengumumkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur pada 26 Agustus 2019, Walhi telah memperingatkan bahwa ambisi tersebut hanya akan memperburuk kerusakan lingkungan dan kehidupan masyarakat.

Walhi menilai pemindahan IKN tidak menyelesaikan krisis ekologis yang ada di Jakarta. Sebaliknya, justru menambah dampak negatif lima tahun setelah pengumuman tersebut.

BACA JUGA: Investor Dapat HGU Sampai 190 Tahun, IKN for Sale?

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) awal oleh pemerintah menunjukkan bahwa 77 ribu hektar kawasan di IKN adalah habitat satwa liar. Selain itu, terdapat 14 daerah aliran sungai (DAS) dengan area tangkapan kecil dan morfologi berbukit yang curah hujannya tinggi. Perubahan pada hutan dan DAS ini berpotensi merusak sistem hidrologi alami dan meningkatkan risiko banjir.

Menurut Walhi, percepatan pembangunan IKN juga berdampak domino pada wilayah lain yang dianggap strategis untuk mendukung IKN. Misalnya, penyediaan bahan material dari Sulawesi dan provinsi lain di Kalimantan.

Dampak di Sulawesi Tengah

Manager Program Walhi Sulawesi Tengah, Yusman, mengungkapkan dampak kerusakan lingkungan di Sulawesi Tengah akibat pembangunan IKN. Ia menyebutkan hilangnya daya dukung lingkungan di sepanjang pesisir Palu-Donggala imbas aktivitas tambang galian C.

“Pemerintah hanya melihat nilai keuntunganya saja, tetapi abai terhadap dampak yang terjadi. Pembangunan IKN yang bertemakan hijau itu ibarat melukis di atas kanvas. Di belakangnya ada penderitaan masyarakat terkena ISPA, kehilangan sumber air bersih, dan mata pencaharian (nelayan dan petani),” kata Yusman saat Konferensi Pers Rerantai Daya Rusak Ibu Kota Nusantara, Kamis (15/8).

Yusman menambahkan, pembangunan IKN dengan klaim kota berkelanjutan ini ternyata tidak mampu mempertahankan kawasan hutan. Fakta yang terjadi, syndrom pembangunan IKN ini memperluas daya rusaknya di daerah lain dengan mengubah fungsi kawasan hutan untuk pembangunan infrastruktur penunjang IKN.

Bentang alam di IKN. Foto: Walhi Sulteng

Tambang galian C di Teluk Palu. Foto: Walhi Sulteng

Dampak di Kalimantan Selatan

Sementara itu, di Kalimantan Selatan, sudah ada rencana untuk mengembangkan beberapa wilayah menjadi kawasan industri dan proyek ketahanan pangan. Pembangunan infrastruktur pendukung IKN, seperti jalan alternatif baru jalur Banjarbaru-Batulicin, diklaim akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan IKN.

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono, menegaskan bahwa pembangunan jalan alternatif sepanjang 104 kilometer ini akan memperluas degradasi hutan. Sekitar 75 kilometer dari jalan yang terbangun berada di kawasan hutan, termasuk hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan lindung. Sisanya berada di kawasan konservasi dan areal penggunaan lain (APL).

Lebih lanjut, pembangunan infrastruktur ini juga melegitimasi pengurangan tutupan hutan di Kalimantan Selatan melalui kebijakan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), yang sebelumnya dikenal sebagai IPPKH.

“Ini menunjukkan kemunduran dalam cara berpikir tentang pembangunan. Banyak negara di dunia mencari cara untuk mengatasi perubahan iklim akibat kehilangan tutupan hutan. Namun, Indonesia justru melegitimasi pengurangan hutan demi pembangunan infrastruktur yang malah menambah beban anggaran negara,” ujar Kisworo.

BACA JUGA: Nasib Nelayan Teluk Balikpapan Terancam Imbas Proyek IKN

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga mempercepat pembangunan infrastruktur untuk menjadikan wilayahnya sebagai gerbang logistik dengan klaim berpotensi besar di berbagai sektor. Namun, dampak ekonomi dari pembangunan ini harus ada evaluasi kembali—apakah manfaatnya hanya terasa oleh ekonomi kapital atau juga berdampak signifikan pada ekonomi mikro, kecil, menengah, dan masyarakat secara umum.

“Jangan sampai harga yang dibayar untuk menjadi gerbang logistik nasional mengakibatkan krisis multidimensi di daerah tersebut,” tambah Kisworo.

Kurangnya Partisipasi Publik dan Masalah Dana IKN

Pengkampanye Infrastruktur dan Tata Ruang Walhi, Dwi Sawung, menyoroti bahwa pembangunan IKN tidak hanya soal infrastruktur, melainkan juga akses publik yang minim. Ia mengkritik pembengkakan anggaran dan ketidakterlibatan publik dalam proses pembangunan.

“Perlu 400 triliun rupiah untuk menyelesaikan IKN, tetapi dana yang sudah digunakan saja telah membengkak. Masalah mendasar seperti penyediaan air belum terpecahkan. Pemerintah seharusnya tidak melonggarkan kebijakan investasi,” ujar Dwi.

Walhi sejak awal telah memperingatkan bahwa proyek ini tidak bisa didanai dengan investasi. Namun, pemerintah malah memperlonggar kebijakan untuk membuka investasi dengan revisi peraturan yang memperpanjang hak guna bangunan (HGB) dan hak guna usaha (HGU) hingga 190 tahun.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top