Potensi waste to resource atau pendekatan pengelolaan sampah dengan paradigma sampah menjadi sumber daya melalui pendekatan ekonomi sirkular, menjadi isu utama dalam perayaan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021. Dengan tema “Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi”, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ingin menunjukkan potensi sampah Tanah Air, khususnya sebagai bahan baku untuk industri daur ulang.
Setidaknya begitu yang diutarakan Direktur Pengelolaan Sampah pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Novrizal Tahar saat berbincang melalui sambungan telepon.
Potensi besar ini dia yakini masih belum tereksplorasi dengan baik dan maksimal. Padahal, potensinya bisa menyasar banyak sektor baik itu industri daur ulang plastik, daur ulang kertas, industri pertanian hingga energi.
Keyakinan Novrizal, terbukti oleh data pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal II-2020 pada masa pandemi Covid-19.
Data tersebut mengungkapkan sektor industri Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang mengalami pertumbuhan 4,56 persen. Angka ini lebih besar dari sektor Informasi dan Komunikasi; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; serta Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang tumbuh sebesar 2,19 persen.
“Ditambah lagi dengan regulasi baru yang KLHK keluarkan yaitu Peraturan Menteri Nomor 75 Tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang seharusnya bisa mendorong potensi industri daur ulang secara maksimal,” ungkapnya.
Kondisi Bahan Baku Industri Daur Ulang Sampah
Lebih jauh, Novrizal lalu menyoroti daur ulang plastik dan kertas. Kapasitas industri daur ulang kertas saat ini mencapai 7,2 juta ton per tahun. Berdasarkan jumlah ini, industri daur ulang kertas menjadi kontributor terbesar dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Industri daur ulang kertas menyumbang 56 persen dari total produksi kertas nasional yang mencapai 13,59 juta ton/tahun.
Dia menyayangkan sumber bahan baku industri daur ulang kertas masih belum bisa dipasok secara maksimal dari dalam negeri. Bahan baku industri daur ulang kertas tertinggi masih berasal dari scrap impor yaitu sebanyak 50 persen.
Sementara itu, kapasitas industri daur ulang plastik mencapai 2 juta ton per tahun. Novrizal mereken nilai ini berkontribusi terhadap 29 persen pemenuhan kebutuhan domestik, yang totalnya mencapai 5,63 juta ton pertahun.
Utuk industri daur ulang plastik, Novrizal mengungkapkan sektor informal masih menjadi tulang punggung pemasok dalam negeri. Besaran peran sektor informal yaitu 80 hingga 84 persen.
“Artinya pasokan dalam negeri kita masih belum maksimal,” tambahnya.
Baca juga: Relaksasi Pajak Mobil Hambat Pembangunan Berkelanjutan
Penguatan Sektor Informal
Novrizal menjelaskan, definisi kelompok sektor informal yakni profesi pemulung dan pelapak. Mereka menjadi tulang punggung pemasok bahan baku untuk industri daur ulang plastik hingga 84 persen. Namun, dia pun mengakui stigma negatif masih kental terhadap profesi tersebut.
Oleh sebab itu dia percaya penguatan sektor informal sangat penting. Penguatan ini, lanjutnya, perlu agar sektor informal mendapat perhatian dari pemerintah daerah atau kelompok social enterpreneur, wirausahawan sosial.
“Penguatan ini perlu agar ekonomi sirkular juga bisa berjalan lebih moderen lagi. Oleh sebab itu tema HPSN 2021 juga ingin mendorong ke arah penguatan itu sebenarnya,” jelas Novrizal.
Di lain sisi, aplikasi Octopus memberi contoh penguatan sektor informal. Octopus merupakan aplikasi ponsel pintar yang mampu membantu masyarakat membersihkan lingkungan dari sampah plastik secara efisien dan efektif, hingga menuju proses daur ulang.
Para penggagas di belakangnya, menciptakan aplikasi ini dengan tujuan memperbaiki infrastruktur dan kehidupan pemulung, sembari membersihkan lautan, dan daratan dari sampah plastik dalam skala nasional.
Uniknya, aplikasi ini memberdayakan pemulung dengan berusaha mengganti istilah “pemulung” menjadi “pelestari”. Julukan pelestari merupakan bentuk apresiasi kerja dan profesi mereka yang berjasa laiknya pahlawan bagi kebersihan lingkungan serta industri daur ulang.
Octopus Berdayakan Delapan Ribu Pelestari
Hamish Daud, Director of Sustainability Octopus, mengakui aplikasinya telah memiliki delapan ribu pelestari di dua kota besar di Indonesia yaitu Denpasar dan Makasar. Para pelestari ini menjadi mitra yang Octopus berdayakan untuk memperbaiki kemampuan finansial kehidupan mereka.
“Pelestari kita sekarang sudah ada yang memiliki penghasilan hingga Rp10 juta per bulan dan itu sesuatu yang belum pernah terjadi,” aku Hamish.
Tidak hanya itu, para pelestari ini juga telah mereka latih dan menggunakan seragam sehingga bisa masuk ke dalam perumahan atau bahkan ke dalam hotel untuk mengambil sampah dari masyarakat yang menggunakan aplikasi ini.
Lebih jauh, 500 dari 8000 pelestari ini pun telah mendapatkan fasilitas asuransi berupa BPJS. Apabila mendapatkan suntikan dana dari investor, Hamish berharap Octopus akan memberikan fasilitas BPJS ini kepada lebih banyak pelestari.
“Jadi untuk tema HPSN 2021, Octopus sudah menjalankannya dengan membangun kapasitas para pelestari agar circular economy bisa berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Selanjutnya, Hamish berharap HPSN 2021 mampu menjadi pintu bagi perusahaan agar lebih bertanggung jawab terhadap sampah yang merupakan ampas dari produk yang mereka keluarkan.
“Tanggung jawab, itu yang paling penting,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih