Selama ini, penanganan sampah di Indonesia secara umum masih menggunakan pola sederhana yaitu kumpul, angkut, dan buang. Pola tersebut berdasar pada pemikiran bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna. Di sisi lain, dunia tengah mengembangkan perubahan pola penanganan sampah agar tidak berakhir di tempat pemrosesan akhir atau end of pipes.
Jakarta (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menekankan pentingnya perubahan pola penanganan sampah di Indonesia. Dia menyebut Undang-Undang (UU) nomor 18 tahun 2007 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan adanya perubahan paradigma pengelolaan sampah.
Pola kumpul, angkut, dan buang, lanjutnya, harus bertransformasi menjadi pengurangan di sumber yaitu reduce at resource, reduce at source, dan resource recycle.
“Pendekatan tersebut tepat untuk menggantikan pendekatan end of pipes atau dengan kombinasi kerja yang saat ini berjalan,” ujar Siti dalam sambutan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021, Senin, (22/2/2021).
Sampah Jadi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
Lebih jauh, Siti menjelaskan pola baru dalam pengelolaan sampah harus menjadikan sampah sebagai bahan baku. Dia berharap agar sampah mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dia menyebut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 terkait perekonomian kuartal ketiga. BPS mencatat sektor pengelolaan sampah dan limbah jadi salah satu sektor yang tumbuh positif. Persentase pertumbuhannya mencapai angka 6,04 persen.
“Kondisi tersebut merupakan kabar baik. Data tersebut menunjukan pengelolaan sampah dan limbah salah satu sektor usaha tahan banting atau resilience pada masa Covid-19,” jelasnya.
Siti merinci pengimplementasian paradigma sampah sebagai bahan baku ekonomi yaitu:
- Prinsip Reduce, Reuse, dan Recycle (3R).
- Perluasan tanggung jawab produsen.
- Pengelolaan dan pemanfaatan melalui sumber daya baik bahan baku dan sumber Energi Baru Terbarukan.
- Pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir dengan prinsip berwawasan lingkungan.
“Menerapkan prinsip yang dimaksud merupakan perwujudan dan praktik terbaik dalam menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi,” ucapnya.
Baca juga: HPSN 2021: Meneropong Wajah Industri Daur Ulang di Masa Pandemi
KLHK Terbitkan Kajian Daur Ulang Plastik dan Kertas Dalam Negeri
Pada kesempatan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menerbitkan buku Kajian Daur Ulang Plastik dan Kertas.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan kajian tersebut merupakan mandat dari Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri LHK, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Kapolri.
Adapun SKB tersebut mengatur pelaksanaan impor limbah non bahan berbahaya dan beracun sebagai bahan baku industri.
Vivien menjelaskan kondisi saat ini 50 persen bahan baku untuk industri daur ulang kertas dan plastik masih impor. Hal tersebut menunjukan bahwa sampah di Indonesia kualitasnya masih belum cukup menjadi bahan baku.
“Sehingga KLHK bertugas membuat peta jalan mengenai sampah yang bisa menjadi bahan baku,” imbuhnya.
Vivien menjelaskan Kajian Daur Ulang Plastik dan Kertas bisa menjadi arahan untuk penyusunan program khususnya kementerian perindustrian dan kementerian perdagangan.
Kajian tersebut, sambungnya, juga akan diserahkan kepada pemerintah daerah, asosisasi daur ulang plastik dan kertas, social entrepreneur, dan pemulung.
Penulis: Muhamad Ma’rup