Jakarta (Greeners) – Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Protokol Montreal untuk membatasi produksi dan konsumsi Bahan Perusak Ozon (BPO). Dalam rangka memperingati Hari Ozon Internasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim selaku Perwakilan Nasional (National Focal Point) pada Protokol Montreal menginisiasi deklarasi komitmen bersama melindungi lapisan ozon.
Tahun ini, Hari Ozon Internasional mengangkat tema Keep Cool and Carry On Montreal Protocol atau “Tetap Dingin dan Lanjutkan Upaya Perlindungan Lapisan Ozon Melindungi Bumi Pertiwi”. Penipisan lapisan ozon diketahui terjadi akibat adanya gangguan terhadap keseimbangan alamiah antara pembentukan dan penguraian ozon di lapisan startosfer. Keberadaan bahan kimia buatan manusia yang mengandung klorin dan bromin (halocarbon) menyebabkan reaksi penguraian ozon di stratosfer.
BACA JUGA: 8th ICCEFE Siapkan Generasi Muda Menghadapi Perubahan Iklim
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Ruandha Agung Sugardiman menyatakan bahwa Indonesia telah berupaya melakukan pengendalian penggunaan bahan kimia perusak ozon. Beberapa jenis BPO ini seperti Chlorofluorocarbons (CFC), halon, karbon tetraklorida, dan metil kloroform telah dihentikan penggunaannya. Saat ini hanya tinggal dua kelompok BPO yang masih digunakan yaitu Hydrochlorofluorocarbons (HCFC) dan Metil Bromida, namun konsumsi kedua kelompok BPO ini diatur dan dikendalikan oleh pemerintah.
“Upaya pengendalian yang sedang dilakukan saat ini antara lain dengan melaksanakan Program Penghapusan BPO jenis HCFC-141b di sub sektor rigid foam, panel, insulasi pipa dan thermoware sebesar 42,770 Ozone Depleting Potential (ODP) ton serta HCFC-22 di sektor servicing AC dan refrigerasi sebesar 41,63 ODP ton,” ujar Ruandha pada pembukaan Hari Ozon Internasional 2018 di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (16/09/2018).
Ruandha menambahkan bahwa Indonesia juga berupaya semaksimal mungkin untuk mengurangi penggunaan bahan yang merusak ozon yang ada pada benda-benda elektronik, seperti pendingin pada kulkas atau air conditioner (AC) untuk rumah, kantor, hotel dan mobil. Bahan pendingin tersebut harus dipastikan tidak menggunakan bahan perusak ozon. KLHK juga memberikan pelatihan kepada teknisi AC agar dapat meraparasi AC dengan baik sehingga BPO tidak terlepas ke udara.
“Kita melatih teknisi AC sehingga pada saat mereka memperbaiki AC itu tidak sampai BPO terpapar dan bebas ke angkasa. Jadi betul-betul aman dan BPO tetap tertahan di dalam satu sistem yang baik,” kata Ruandha.
Hal ini karena bahan “BROCCOLI” (Bebas Bromine, Chlorine, dan Pro-Climate Change) pada umumnya bersifat mudah terbakar, beracun, atau memiliki tekanan operasi yang tinggi. Diperlukan tenaga kerja yang kompeten untuk menangani bahan-bahan tersebut. Ruandha menyatakan bahwa masyarakat dapat berkontribusi menyelamatkan lapisan ozon sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim dengan menggunakan jasa teknisi yang memiliki sertifikat kompetensi tersebut.
“Jika BPO tersebut sempat terlepas dan naik ke lapisan stratosfer, lapisan ini akan berlubang dan sinar ultraviolet bisa masuk ke bumi kita secara langsung. Akibatnya kekebalan tubuh manusia menurun, terjadinya kanker kulit, katarak mata, plankton-plankton di perairan juga akan mati dan mengakibatkan berkurangnya populasi ikan hingga kekurangan pangan,” jelas Ruandha.
BACA JUGA: Walhi Anggap Restorasi Gambut Lamban, KLHK Terus Maksimalkan Pemulihan
BPO dapat terlepas ke atmosfer melalui berbagai cara, yakni dalam proses produksi pada industri manufaktur AC, produk refrigerasi dan busa (foam) dapat terjadi pada saat pengisian refrigerant, proses pencampuran bahan kimia pembuatan busa dengan sistem terbuka, perawatan sistem pendingin tanpa menggunakan peralatan memadai, terjadinya kebocoran pada sistem atau peralatan yang menggunakan BPO, penggunaan Halon untuk memadamkan api ketika terjadinya kebakaran, dan pelepasan Methyl bromide akibat kegiatan fumigasi.
Ruandha mengimbau masyarakat untuk menggunakan produk yang tidak mengandung BPO. Produk ini ditandai dengan logo tangan terbuka seperti memegang bumi dengan tulisan Non CFC, Non HCFC, Non Halon & Non CFC.
Penulis: Dewi Purningsih