Jakarta (Greeners) – Hari Menanam Pohon yang diperingati setiap tanggal 28 November seharusnya tidak hanya seremonial belaka mengingat begitu besar dan pentingnya peran pohon dan keberadaannya dalam menunjang kehidupan manusia.
Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga, menyatakan, saat ini pemahaman akan keberadaan pohon masih belum disamakan dengan makhluk hidup lainnya. Banyak yang menganggap bahwa menebang satu pohon tidak sama dengan menghilangkan satu nyawa yang dimiliki oleh pohon tersebut, sehingga banyak orang menganggap biasa apabila menebang hingga ribuan pohon. Pemahaman ini, menurutnya harus diubah agar masyarakat lebih peduli pada keberadaan pohon.
Menurut Nirwono, program penanaman pohon yang banyak dilakukan oleh pemerintah maupun swasta hanya dilakukan sebatas seremonial. Program penanaman pohon tersebut seringkali tidak dibarengi oleh proses pemantauan dan perawatan yang teratur.
“Makanya saya tidak percaya kalau ada program penanaman pohon hingga 10 ribu pohon. Banyak kasus yang saya temukan setelah penanaman itu banyak pohon yang hilang atau mati karena tidak disertai dengan biaya pemeliharaan dan perawatan, hanya biaya penanaman saja,” jelasnya saat dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Rabu (25/11).
Hampir di seluruh kota besar termasuk Jakarta, terangnya, tidak mempunyai rencana induk penanaman pohon. Pohon-pohon yang ada tidak direncanakan dengan matang, sehingga saat musim transisi dan pancaroba banyak pohon-pohon yang tumbang.
“Hal ini juga membuat tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat yang seringkali menebang pohon padahal pohon tersebut hanya tinggal dirapihkan saja. Jadi semuanya tidak tumbuh kesadarannya untuk merawat pohon,” ujarnya.
Nirwono menyatakan Hari Menanam Pohon ini harusnya tidak hanya dilakukan secara seremonial saja. Ia menyarankan tiga hal untuk mewujudnyatakan kepedulian terhadap pohon.
“Pertama, pemerintah harus segera menyusun rencana induk penanaman pohon. Hal ini diperlukan untuk menentukan jenis pohon yang akan ditanam di jalur hijau, di taman atau di hutan kota. Kedua, pemerintah juga harus menyiapkan pohon yang berasal dari biji bukan stek atau cangkok dalam jumlah besar agar memiliki perakaran yang kuat. Terakhir, harus ada dukungan juga dari Peraturan daerah (Perda) tentang pohon,” lanjutnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Perubahan Iklim Universitas Indonesia DR. Jatna Supriatna,Phd mengatakan bahwa keberadaan pohon adalah satu hal yang vital untuk manusia. Selain mempunyai kemampuan untuk memberikan layanan ekosistem seperti oksigen, pohon juga penyaring alami polusi udara khususnya di kota-kota besar.
“Jadi kalau satu pohon dikorbankan untuk infrastruktur, harus ada 10 pohon yang harus ditanam lagi. Lihat Singapura, jalan bagus-bagus tapi pohonnya banyak. Pohon ini tulang punggung kita,” katanya.
Sebagai informasi, peringatan Hari Menanam Pohon Nasional pada tanggal 28 November yang akan diadakan di Kalimantan Selatan merupakan rangkaian puncak dari acara Hari Cinta Puspa Satwa Nasional (HCPSN), Bulan Menanam Nasional (BMN) dan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI).
Menurut Laksmi Dewanti, Ketua Penyelenggara HCPSN 2015, Kalimantan Selatan dipilih sebagai lokasi pelaksanaan Hari Menanam Pohon Nasional sebagai program rehabilitasi bekas kebakaran hutan.
Mengenai rangkaian acara, Laksmi menyatakan bahwa acara telah dimulai dengan penerimaan kembali badak sumatera dari Cincinnati, Amerika, beberapa waktu lalu. Badak jantan bernama Harapan ini diterima kembali di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Kemudian, peresmian rumah sakit gajah di Way Kambas dan repatriasi orangutan atau pengembalian orangutan yang diselundupkan ke Thailand. Orangutan ini telah dikembalikan oleh pemerintah Thailand.
“Ada juga rembuk nasional yang melibatkan para pelaku konservasi satwa dan puspa, konser musik, lomba foto di Taman Safari dan kegiatan kepramukaan Saka Kalpataru. Setelah selesai akan dilanjutkan dengan bulan menanam untuk peringatan Hari Menanam Nasional-nya,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih