Jakarta (Greeners) – Situasi darurat lingkungan disampaikan secara tegas oleh António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB. Dalam pesannya pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021 disebut bahwa kondisi darurat lingkungan dapat dilihat dalam tiga hal, yaitu hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity loss) disrupsi iklim (climate disruption) dan peningkatan polusi (escalating pollution). Kondisi yang dihadapi secara global ini serupa juga terjadi di Indonesia.
PBB pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021 memilih tema Restorasi Ekosistem. PBB mengajak seluruh pihak memulihkan kembali kondisi lingkungan hidup dalam kurun waktu satu dekade ke depan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 2018.
Kajian para ahli dalam panel tersebut menyebut pembatasan kenaikan suhu harus di bawah 1,5˚celcius karena ke kenaikan suhu 2˚celcius akan menimbulkan dampak yang buruk bagi dunia. Hal ini pun sejalan dengan target utama Perjanjian Paris yang membatasi kenaikan suhu 1,5 °celcius.
Setiap tiga detik, dunia kehilangan cukup hutan yang cukup untuk menutupi lapangan sepak bola. Sebanyak 50 persen terumbu karang kita telah hilang dan diperkirakan pada tahun 2050 terumbu karang kita bisa hilang hingga 90 persen jika pemanasan global pada peningkatan 1,5°C.
Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini sekaligus mengawali Dekade Pemulihan Ekosistem PBB (2021-2030), sebuah misi global untuk menghidupkan kembali miliaran hektar, dari hutan hingga lahan pertanian, dari puncak gunung hingga kedalaman laut.
“Gerakan global ini akan menyatukan pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan warga negara dalam upaya yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menyembuhkan bumi. Dengan memulihkan ekosistem, kita dapat mendorong transformasi yang akan berkontribusi pada pencapaian semua, yakni tujuan pembangunan berkelanjutan. Hanya dengan ekosistem yang sehat kita dapat meningkatkan mata pencaharian masyarakat, melawan perubahan iklim dan menghentikan runtuhnya keanekaragaman hayati,” ujar António Guterres pada pidato lewat video, sehari menjelang hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Indonesia Dalam Arah Restorasi Ekosistem
Tema Restorasi Ekosistem juga sejalan dengan semangat dan langkah-langkah Indonesia dalam pengelolaan lingkungan dan kehutanan.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan sejumlah langkah diantaranya restorasi dan rehabilitasi hutan serta kawasan guna mendukung upaya mengatasi krisis perubahan iklim. Kemudian, memastikan pengelolaan konservasi dan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
“Inilah momen kita. Kita tidak bisa mengembalikan waktu. Tapi kita bisa mengambalikan kondisi lingkungan, melalui berbagai aktivitas positif dalam menjaga dan merawat lingkungan. Kita adalah generasi yang berdamai dengan alam,” ungkap Siti saat memberikan sambutan Peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2021 secara virtual, Sabtu (5/6).
Pemerintah juga menempuh upaya dalam pemulihan ekonomi nasional, melalui kegiatan padat karya, penanaman serta rehabilitasi mangrove dan restorasi gambut. Restorasi hutan pun dilakukan untuk mengatasi krisis lingkungan elemen udara, air dan tanah/tutupan lahan. Yang tidak kalah penting yaitu restorasi kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.
Secara praktis, imbuh Siti, restorasi ekosistem dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam kurun waktu 2015 hingga saat ini, berupa pemulihan lahan dengan total area tidak kurang dari 4,69 juta ha lahan dipulihkan, termasuk gambut dan mangrove.
Tujuannya dengan untuk mengembalikan suatu ekosistem hutan terdegradasi menuju kondisi yang semaksimal mungkin mendekati keadaan semula, dalam hal komposisi dan kondisi biodiversitas.
Hal penting lainnya, Restorasi Ekosistem akan sangat membantu dan dibutuhkan dalam upaya menurunkan emisi GRK dan meningkatkan stok karbon. Dalam hal ini, lndonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim melalui pengendalian laju deforestasi, penghentian konversi hutan primer dan gambut, serta penurunan kebakaran hutan dan lahan, serta rehabilitasi hutan dan mangrove, ekonomi sirkuler, dan pengembangan energi baru dan terbarukan.
Penulis: Dewi Purningsih