Jakarta (Greeners) – Surabaya menjadi tuan rumah World Habitat Day 2020, Hari Habitat Dunia, yang diselenggarakan dalam jaringan (daring), Senin dan Selasa, 5-6 Oktober. Pemilihan Surabaya merupakan prestasi lanjutan setelah Surabaya meraih prestasi UN Habitat Scroll of Honour di tahun 2018.
Penghargaan tersebut diberikan sebagai pengakuan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atas inisiatif Surabaya dalam regenerasi perkotaan yang inklusif dan berpusat pada masyarakat. Surabaya dinilai memprioritaskan penduduk berpenghasilan rendah, memastikan tidak ada warga yang tertinggal. Selain itu, prestasi ini diraih kota Surabaya berdasarkan kegiatan penghijauan yang dilakukan. Kegiatan penghijauan Surabaya antara lain pembangunan 475 taman kota dan pelestarian 2.871 hektar hutan mangrove.
“Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, dengan jumlah penduduk 3,1 juta jiwa pada malam hari dan sekitar 5 juta jiwa per hari, memiliki tantangan yang sama dengan kota besar lainnya di dunia. Terutama dalam menangani wabah Covid-19. Mengingat Surabaya memiliki laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi,” ujar Walikota Surabaya Tri Rismaharini saat membuka acara ini, Senin (05/10/2020).
Risma juga menyoroti permasalahan lingkungan yang dialami Surabaya dan masyarakat dunia lainnya. Permasalahan ini, ujarnya, merupakan dampak pemanasan global. Dia menyebut bencana alam, tanah longsor, gempa bumi, dan kebakaran sebagai contoh.
“Penanganan banjir akibat hujan deras dan pasang surut air laut telah menjadi perhatian kami selama 10 tahun terakhir. Sekarang kita bisa menikmati pengurangan bencana banjir. Dari sekitar 50 persen dari total luas wilayah, menjadi tersisa 2 persen,” tutur Risma.
Baca juga: Mosi Tidak Percaya, Fraksi Rakyat Indonesia Tuntut DPR Batalkan Omnibus Law
Sekjen PBB: Pembangunan Pemukiman Berkelanjutan Mendesak
Dalam sambutannya, Sekretaris Jendral (Sekjen) PBB, Antonio Gutteres, menyatakan Hari Habitat Dunia tahun ini fokus pada pembangunan pemukiman urban yang berkelanjutan.
“Saat ini, 1 miliar orang tinggal di pemukiman yang terlalu padat dengan hunian yang tidak memadai. Pada tahun 2030, jumlahnya akan meningkat menjadi 1,6 miliar. Kita perlu segera bertindak untuk menyediakan rumah terjangkau bagi keluarga berpenghasilan rendah dengan jaminan kepemilikan dan akses mudah ke air, sanitasi, transportasi, dan layanan dasar lainnya,” ujar Gutteres.
Gutteres berpendapat, untuk memenuhi permintaan global tersebut, lebih dari 96 ribu unit rumah dibangun setiap harinya dengan mengutamakan green transition, strategi pembangunan ekonomi yang kuat dengan menekan jumlah karbon yang dihasilkan. Perbaikan kondisi pemukiman, lanjutnya, semakin mendesak di tengah pandemi Covid-19 yang meremukkan kehidupan jutaan warga kota.
Gutteres menerangkan, akses ke air bersih dan sanitasi, serta kemampuan untuk menjaga jarak sosial, adalah tanggapan antisipatif utama terhadap pandemi. Namun, di daerah kumuh sulit untuk menerapkan langkah pencegahan ini.
“Peningkatan risiko infeksi, tidak hanya di permukiman kumuh, tetapi di seluruh kota, di mana warga kota dilayani oleh pekerja sektor informal berpenghasilan rendah yang tinggal di permukiman informal,” tuturnya.
Melihat keadaan tersebut, Gutteres mengimbau Hari Habitat Dunia menjadi ajang pengenalan dan kerjasama antar negara guna membangun pemukiman berkelanjutan. Dia pun berharap ajang peringatan ini menghasilkan aturan dan regulasi yang sesuai dalam menghadapi permasalahan pandemi, krisis iklim, dan kependudukan terkait dengan pemukiman.
Baca juga: Pemerintah, DPD, DPR Gandeng RUU Cipta Kerja ke Rapat Paripurna
Jokowi: Rumah Benteng Pertahanan terhadap Covid-19
Menggema pendapat Gutteres, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengatakan 55 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan. Di tahun 2050, jumlahnya diperkirakan akan meningkat menjadi 68 persen, dengan laju peningkatan tertinggi terjadi di benua Asia dan Afrika. Penduduk Indonesia, lanjutknya, diprediksi mencapai 300 juta jiwa pada 2030.
“Jika tidak disiapkan secara serius, pertumbuhan pesat masyarakat bisa memicu permasalahan. Mulai dari masalah kepadatan dan kemiskinan; masalah lingkungan dan ketersediaan ruang publik; ketersediaan infrastruktur dasar, terutama air bersih dan sanitasi; termasuk masalah perumahan dan berbagai masalah perkotaan lainnya,” ujar Jokowi dalam sambutannya.
Lebih jauh, Jokowi menggaungkan pentingnya rumah sebagai benteng pertahanan keluarga dari pelbagai risiko yang mengintai, salah satunya wabah Covid-19.
“Tema Housing for All: A Better Urban Future merupakan agenda yang tepat untuk kita semua, untuk seluruh dunia, bahwa rumah adalah kebutuhan dasar semua orang di seluruh dunia. Bahwa rumah akan memperkuat keluarga sebagai pilar utama kekuatan bangsa. Dan rumah merupakan benteng pertahanan pertama melawan berbagai risiko kesehatan, termasuk pandemi Covid-19,” lanjut Jokowi.
World Habitat Day atau Hari Habitat Dunia merupakan program PBB yang berfokus pada pemukiman urban berkelanjutan. Hari Habitat Dunia diselenggarakan untuk menjadi ajang refleksi kota yang ada di dunia, dan membicarakan tentang hak dasar semua orang atas tempat tinggal yang layak. Perhelatan ini juga dimaksudkan untuk mengingatkan dunia bahwa setiap orang memiliki kekuatan dan tanggung jawab untuk membentuk masa depan kotanya.
Penulis: Ida Ayu Putu Wiena Vedasari
Editor: Ixora Devi