Jakarta (Greeners) – Bahan bakar minyak (BBM) jenis solar mengalami penurunan harga jual sejak Sabtu (10/10) lalu. Solar yang semula dijual dengan harga Rp6.900 per liter, kini turun Rp200 menjadi Rp6.700 per liter. Penurunan harga solar ini merupakan salah satu bentuk implementasi paket kebijakan Jilid III pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Adanya penurunan harga solar ini disambuat baik oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Ketua Umum KNTI Riza Damanik menyatakan bahwa solar masih menjadi BBM utama bagi kegiatan produksi perikanan tangkap maupun budidaya. Idealnya, penurunan harga solar ini akan menambah margin keuntungan usaha nelayan dan petambak karena secara kuantitas akan mengurangi ongkos produksi. Namun, hal ini tidak akan memberikan dampak maksimal jika pemerintah tidak melakukan langkah-langkah operasional di tingkat kampung.
“Langkah-langkah yang saya maksud itu adalah mengendalikan harga kebutuhan bahan pokok yang sudah terlanjur naik, menjaga tata niaga produk perikanan tetap menguntungkan nelayan dan petambak, memastikan kontinuitas pasokan BBM solar ke kampung-kampung nelayan dan memperkenalkan teknologi penangkapan ikan untuk mendukung efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan BBM,” jelasnya kepada Greeners, Jakarta, Senin (12/10).
Selain itu, menurut Riza, pemerintah juga harus mengimplementasikan secara konkrit program konversi atau pengalihan BBM ke gas untuk nelayan. Karena maju-mundurnya pemerintah dalam hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian dalam berusaha dan berperluang kontraproduktif dengan upaya peningkatan produksi dan kesejahteraan nelayan.
Sebagai informasi, PT Pertamina memberlakukan penurunan harga solar sebesar Rp200 per liter sejak tanggal 10 Oktober 2015. Penurunan harga solar ini merupakan bagian dari paket kebijakan Jilid III pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Ketika dikonfirmasi, Vice Presiden Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menyatakan, agar dampak kebijakan ekonomi ini maksimal, maka harus dibantu dengan penurunan harga di sektor lain. Salah satunya adalah dengan penurunan ongkos angkutan barang.
“Setelah ada penurunan harga solar, paling tidak yang menyangkut biaya angkutan barang dan truk bisa berkurang,” katanya.
Diturunkannya harga solar ini sendiri, lanjut Wianda, didasari dengan penggunaan solar yang paling banyak dikonsumsi oleh kendaraan angkutan logistik. Hampir 60 persen dari 104 juta kendaraan untuk angkatan truk dan barang menggunakan solar sebagai bahan bakar.
“Sedangkan untuk premium penggunanya adalah 43 persen itu adalah mobil pribadi yang dimiliki masyarakat mampu, sehingga jika diturunkan harganya tidak memberikan pengaruh banyak,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih