Jakarta (Greeners) – Meningkatnya antusiasme penyewa kios di Pasar Santa, Jakarta Selatan akhirnya berimbas pada kenaikan harga sewa yang ikut meroket. Ketua Perkumpulan Pedagang Pasar Santa, Dian Estey saat dihubungi Greeners mengatakan dalam situasi ini, hukum supply and demand berlaku disetiap industri, baik industri kreatif maupun industri mainstream. Namun, kenaikan harga sewa yang tinggi juga harus dipetimbangkan mengingat konsep awal Pasar Santa adalah ekonomi kreatif berbasis kerakyatan di mana semua keuntungan dirasakan bersama.
Dian mengaku sejak awal, dirinya bersama dengan pedagang lain berkeinginan untuk menjadikan Pasar Santa sebagai salah satu ruang publik alternatif di Jakarta yang menampung usaha kecil menengah (UKM) dan kegiatan kreatif lainnya. Bukan menjadikan Pasar Santa sebagai pasar eksklusif dimana orang-orang berduit diundang untuk mengekspansi para pedagang lama.
“Kami hanya ingin ada sebuah ruang publik di mana pedagang piringan hitam, pedagang sayur, kedai kopi, tukang jahit, pedagang lama, dan pedagang baru dapat menjalankan kegiatannya secara berdampingan,” tegasnya, Jakarta, Rabu (18/02).
Menurut Dian, selama tujuh tahun, baik Pengembang(Developer) maupun PD Pasar Jaya seolah tidak punya ide untuk menghidupkan potensi di pasar yang berlokasi di Jalan Cipaku I Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini. Namun sekarang, begitu Pasar Santa menjadi pusat perhatian dan permintaan penyewaan kios meningkat, para pemilik kios dan pengembang malah menaikkan harga sewa menjadi tidak masuk akal.
“Ada kios yang tadinya disewa dengan harga 2,5 juta pertahun tiba-tiba membengkak jadi 25 juta pertahunnya,” jelas Dian.
Akibat situasi ini, Perkumpulan Pedagang Pasar Santa mengeluarkan petisi yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Isi petisi tersebut antara lain meminta pihak PD Pasar Jaya untuk membeli kios-kios yang sekarang kepemilikannya masih ada di pihak pengembang untuk kemudian menyewakannya kepada pedagang dengan harga sewa yang wajar.
Lalu, tambahnya, untuk pihak penyewa yang sudah terikat kontrak sewa agar diberikan hak untuk memperbaharui masa sewanya sampai maksimal empat tahun ke depan meskipun status kepemilikan kios sudah berpindah tangan, kecuali pihak penyewa tidak melanjutkan masa sewa.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (IKAPPI), Abdullah Manshuri. Kepada Greeners ia mengaku menyesalkan langkah pengelolaan PD Pasar Jaya yang buruk dan tidak fleksibel.
“PD Pasar Jaya harus mengedepankan kekeluargaan dan gotong royong. Pedagang lama juga harus mendapatkan prioritas dan kemudahan serta kemurahan dalam menempati kios-kios yang masih kosong,” katanya.
Lebih lanjut Dian Estey mengatakan tuntutan untuk menurunkan harga sewa sudah disampaikan secara tertulis dan melalui dialog dengan Bambang Sugiarto selaku Kepala Pasar Santa, juga kepada Djangga Lubis, Direktur Utama PD Pasar Jaya. Namun, katanya, hingga kini solusi atas permasalahan ini belum diambil sementara semakin banyak pedagang yang masa sewanya akan berakhir dan berada dalam ketidakpastian.
Kepala Pasar Santa, Bambang Sugiarto saat dikonfirmasi oleh Greeners justru membantah isu kenaikan harga sewa kios yang dinilai memberatkan pedagang tersebut. Menurutnya, hingga saat ini masih belum ada pembahasan mengenai harga sewa karena batas kontrak sewa baru akan berakhir pada Agustus nanti.
“Enggak ada itu pedagang lama atau siapapun yang terancam tutup. Malahan bertambah kok pedagang yang di lantai bawah itu,” ujarnya.
Bambang menjelaskan bahwa Pasar Santa berdiri di atas tanah seluas 10.953 meter persegi dengan luas bangunan mencapai 7.328 meter persegi. Pasar ini diisi 1.151 kios yang mana 291 kios dimiliki pengembang, sedangkan 860 kios adalah milik pribadi.
(G09)