Jakarta (Greeners) – Hama belalang kembara menyerang kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, sejak pertengahan Juni 2016. Serangan hama yang semula hanya di satu kecamatan, kini meluas hingga ke empat kecamatan. Empat kecamatan tersebut yaitu Rindi, Umalulu, Kahaungu Eti dan Pandawai.
Wahana Lingkungan hidup Indonesia (Walhi) memperkirakan serangan hama belalang ini akan terus meluas ke berbagai kecamatan lainnya, termasuk ke wilayah Kota Waingapu. Bahkan kini serangan hama dilaporkan terjadi di Kecamatan Haharu dan Pahunga Lodu.
BACA JUGA: Tahun 2016, Menanti Kelahiran Badan Pangan Nasional
Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, Direktur Eksekutif Walhi NTT, mengatakan, perluasan jangkauan hama ini juga diikuti makin bertambahnya kuantitas hama. Dalam pantauan Walhi NTT di Desa Mahubokul, Kecamatan Pandawai, terlihat ribuan belalang di beberapa bidang padang penggembalaan warga. Rerumputan yang menjadi sumber pakan ternak telah banyak diserang oleh hama belalang tersebut.
“Bahkan di Desa Kilimbatu, Pandawai, belalang juga sudah mulai berada di sekitar kebun warga,” katanya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Greeners, Jakarta, Selasa (12/07).
Ledakan hama belalang ini bukan hal baru. Pada periode tahun 70-an, akhir 90-an, dan awal 2000-an hama ini pernah menyerang sumber pangan warga seperti tanaman padi dan jagung hingga tanaman komoditi seperti kelapa.
BACA JUGA: BPOM: Mutu Pangan Indonesia Ranking 74 dari 109 Negara
Serangan hama belalang ini telah menimbulkan kerawanan pangan hingga kelaparan bagi warga. Menurut Umbu Wulang, atas preseden-preseden tersebut, seharusnya pemerintah sudah dapat mengantisipasi kerawanan, perluasan dan daya rusak dari hama belalang ini.
Berdasarkan data acuan BPS 2015, Walhi memperhitungkan ada sekitar 36 persen lahan sawah warga atau 3.429 hektar dari 9.312 hektar sawah yang ada di Sumba Timur terancam bahaya hama belalang kembara. Jumlah tersebut baru dihitung dari empat kecamatan yang sekarang terkena hama belalang dan hanya memperhitungkan sawah berdasarkan jenis pengairan dan frekuensi tanam. Sawah tadah hujan dan kebun belum termasuk didalamnya.
“Kondisi kerawanan terhadap sektor pertanian dan perkebunan ini belum ditambah dengan tingkat kerawanan di sektor peternakan,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih