Jakarta (Greeners) – Habitat alami gajah kini terus berkurang akibat alih fungsi hutan. Sebagian besar areal telah berubah menjadi perkebunan, permukiman, jalan, dan areal tambang.
Gajah merupakan satwa yang perlu dilindungi kelestariannya. Hewan ini merupakan penjaga keseimbangan ekosistem di hutan kawasan. Gajah juga berperan sebagai penyebar benih tumbuh tanaman atau pepohonan di dalam hutan.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), kini estimasi jumlah gajah sumatra tercatat 928 dan gajah kalimantan 1.379 individu. Sayangnya, selama tahun 2023 terdapat 13 ekor gajah sumatera telah mati, baik liar maupun jinak.
Ketua FKGI, Donny Gunaryadi mengatakan ada hal yang kini mengancam gajah di Indonesia. Di antaranya alih fungsi habitat, perburuan dengan motif perdagangan gading, konflik manusia, penyakit, dan fragmentasi habitat.
“Ada dua subspesies gajah asia yang hidup di Indonesia, yakni gajah sumatera dan gajah kalimantan. Keduanya dalam status kritis, terancam punah dan dinyatakan sebagai satwa dilindungi oleh negara,” kata Donny kepada Greeners baru-baru ini.
BACA JUGA: Cyanobacteria Sebabkan Kematian Ratusan Gajah di Botswana
Sementara itu, beberapa wilayah dilewati gajah yang akan terkena skema pembangunan juga perlu dicek kembali untuk risiko potensi konflik gajah dan manusia. Pendekatan Smart Green Infrastructure bisa menjadi pedoman.
Di sisi lain, pemerintah juga sudah memiliki pedoman untuk pembangunan jalan dan infrastruktur di wilayah kawasan konservasi. Oleh karena itu, perlu kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah (NGO) untuk melestarikan populasi gajah dan lingkungan mereka.
Dalam analisis Sistem Informasi Geografi, 85% populasi gajah berada di luar areal konservasi juga rentan dialihfungsikan menjadi areal produksi untuk kepentingan ekonomi.
“Perencanaan tata ruang yang memperhatikan keberadaan dan kebutuhan dasar gajah seperti akses untuk ke sumber pakan, air, garam, serta menjelajah untuk bertemu kelompok lain menjadi hal terpenting,” lanjut Donny.
Perlu Upaya untuk Jaga Habitat Gajah
Menurut Donny, perlu kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan NGO untuk menjaga habitat gajah. Pertama, terkait perlindungan habitat. Pemerintah harus mengidentifikasi, mendefinisikan, melindungi habitat gajah melalui pembuatan, dan penegakan hukum lingkungan yang kuat.
Kemudian, lanjutnya, masyarakat dan NGO dapat berperan dalam memantau dan melaporkan aktivitas ilegal seperti pembalakan liar, perambahan hutan, dan pembangunan infrastruktur yang merusak habitat gajah.
“Pemerintah bersama dengan NGO juga dapat mengembangkan strategi untuk mengurangi konflik antara manusia dan gajah. Terutama di daerah habitat gajah berbatasan dengan pemukiman manusia,” ujar Donny.
Donny mengatakan, upaya pelestarian harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar habitat gajah. Sebab, pendekatan berkelanjutan yang mengintegrasikan kesejahteraan masyarakat dengan pelestarian lingkungan perlu diutamakan.
BACA JUGA: Dongeng Rajut Keharmonisan Hidup Manusia dan Gajah
Perhatikan Kesejahteraan Gajah dalam Aktivitas Wisata
Donny mengatakan, manusia kerap memanfaatkan aktivitas gajah sebagai objek wisata. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, istirahat, waktu sosialisasi dengan gajah lain) juga perlu mendapatkan perhatian.
Donny juga menyoroti kegiatan menunggang gajah yang berpotensi menimbulkan penangkapan gajah liar baru. Apalagi kalau proses penjinakannya tidak berperikebinatangan. Oleh sebab itu, tidak perlu kegiatan wisata menunggangi gajah apabila hanya menimbulkan dampak negatif.
“Saat ini cukup banyak gajah captive kita. Dari sekitar 500-an ekor gajah captive, sekitar 100 ekor ada di beberapa tempat wisata,” lanjut Donny.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia