Jakarta (Greeners) – Pemerintah mengalokasikan Dana Desa untuk mengantispasi potensi bencana dari fenomena La Nina. Kebijakan ini diambil mengingat desa rentan terhadap dampak bencana alam. Sementara itu, bencana non-alam pandemi Covid-19 masih harus terus ditanggulangi.
Demikian pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers virtual Dana Desa Antisipasi Bencana Angin Kencang, Banjir, dan Longsor, Senin (19/10/2020). Dia menyebutkan sisa Dana Desa saat ini sebanyak Rp. 38,461 triliun.
“Sehingga proyeksi Dana Desa yang masih bisa digunakan itu Rp. 27,365 triliun. Dana ini yang bisa digunakan untuk antisipasi maupun penanganan bencana La Nina,” jelas Abdul atau yang biasa disapa Gus Menteri ini.
Perlu diketahui, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi puncak La Nina pada Desember 2020 hingga Januari 2021. Puncak La Nina periode ini bersamaan dengan masuknya musim hujan di Tanah Air. Fenomena La Nina berpotensi meningkatan curah hujan hingga 40 persen di sebagian besar wilayah Indonesia. Lebih jauh, BMKG prediksi puncak musim hujan Indonesia pada Januari dan Februari 2021.
“Ini akan berakibat pada meningkatnya potensi bencana angin kencang, banjir, dan longsor. Desa-desa perlu mengantisipasi,” ujar Abdul.
Baca juga: Aktivis Perikanan Tolak UU Cipta Kerja
Dana Siaga Bencana La Nina Masuk dalam Skema Padat Karya Tunai Desa
Abdul menekankan pemanfaatan Dana Desa untuk penanggulangan bencana harus melalui keputusan musyawarah desa. Lingkup penggunannya untuk kegiatan pra bencana, bencana dan pasca bencana.
Kegiatan pra bencana ini termasuk pelatihan sadar bencana, pelatihan kebencanan dan pembangunan jalur evakuasi. Penggunaan kedua yakni ketika terjadi bencana. Pada tahap ini, dana desa digunakan untuk proses evakuasi, pengungsian dan dapur umum, termasuk membeli tenda pengungsian dan selimut. Penggunaan ketiga, pasca bencana. Pada pasca bencana, dana digunakan untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi dengan membangun kembali fasilitas yang roboh.
Gus Menteri berharap proses penangan bencana bisa menggunakan pola Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Pola tersebut merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, khususnya masyarakat miskin dan marjinal. Nantinya, sumber daya tersebut dioptimalisasikan untuk membersihkan saluran air, memperkuat penahan banjir dan longsor, membuat atau memperbarui jalur evakuasi dan lain-lain.
“Jadi penggunaan itu tolong selalu digunakan melalui PKTD supaya terjadi penyerapan pengangguran desa sampai Desember 2020,” harapnya.
Baca juga: Peneliti LIPI Tanggapi Temuan 50 Persen Terumbu Karang Rusak di Great Barrier Reefs
Gus Menteri Imbau Penanganan Bencana Desa Harus Taktis dan Strategis
Abdul mengklaim pihaknya mengambil langkah taktis dan strategis dalam mengantisipasi potensi bencana La Nina. Salah satu langkah yang dipilih Gus Menteri adalah menyurati pihak desa, mulai dari kepala desa sampai tokoh desa. Dalam suratnya, Gus Menteri mencantumkan langkah antisipasi terkait potensi bencana. Selain penggunaan Dana Desa, surat tersebut berisi imbauan pendataan warga desa di lokasi bencana serta menyediakan lokasi penanganan korban bencana.
“Penanganan juga harus memperhatikan protokol kesehatan Covid-19. Selain itu, lapor ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ketika terjadi bencana di desa,” imbuhnya.
Lebih jauh, Abdul menjelaskan Kementerian Desa PDTT juga mengolah dan menyajikan informasi cuaca ekstrem melalui web kemendesa.go.id. Informasi juga diberikan secara aktif melalui Tim Sapa Desa Kemendes PDTT kepada masyarakat desa. Informasi-informasi yang disampaikan bersumber dari BMKG.
“Kita berharap dengan informasi dan peringatan dini, kalau toh terjadi angin besar dan hujan lebat, kita berharap korbannya tidak terlalu banyak,” katanya.
Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi