Guru Besar UI: Hukum Negara Harus Seimbang dengan Hukum Adat

Reading time: 3 menit
Guru Besar Sosiologi Hukum FH UI, Ratih Lestarini, menilai pengesahan RUU Masyarakat Adat penting untuk mengharmonikan hukum negara dan hukum adat. Foto: Kaoem Telapak
Guru Besar Sosiologi Hukum FH UI, Ratih Lestarini, menilai pengesahan RUU Masyarakat Adat penting untuk mengharmonikan hukum negara dan hukum adat. Foto: Kaoem Telapak

Jakarta (Greeners) – Sejak 2009, Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, hingga kini RUU tersebut belum juga DPR sahkan. Guru Besar Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ratih Lestarini, menilai pengesahan RUU ini penting untuk mengharmonikan hukum negara dan hukum adat dalam kehidupan sosial.

β€œPengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi penting sebagai payung besar untuk mengatur keruwetan interaksi hukum adat dan hukum negara di ruang sosial. Hukum harus bisa menyeimbangkan kepentingan para pihak, dan seharusnya memberikan perlindungan hak adat sekaligus juga memberikan kepastian hukum bagi investasi,” kata Ratih dalam diskusi publik, Selasa (22/4).

Konflik antara masyarakat adat dan negara sering kali dipicu oleh pencabutan hak atas tanah. Dalam perspektif adat. itu bukan sekadar aset ekonomi, melainkan sumber kehidupan dan warisan budaya. Nilai tanah dalam hukum adat mencakup aspek religius dan spiritual. Sebab, masyarakat adat menganggapnya sebagai pemberian leluhur.

BACA JUGA: Koalisi Desak DPR Sahkan RUU Masyarakat Adat di 2025

Seringkali negara menyebut relokasi sebagai bentuk pembangunan modern. Namun, bagi masyarakat adat, itu merupakan pemutusan hubungan dari akar budaya mereka. Perbedaan pandangan ini menimbulkan kesenjangan pemahaman antara pemerintah dan masyarakat adat.

Ia menegaskan bahwa dalam perspektif sosiologi pembangunan, masalah tanah tidak bisa dilihat hanya dari sisi ekonomi. Ada faktor kepercayaan yang harus dipahami. Tanah, air, dan hutan adalah bagian dari kehidupan mereka yang tidak terpisahkan dari identitas budaya mereka.

Contohnya adalah masyarakat adat Melayu di Rempang yang telah berada di sana selama lebih dari 200 tahun. Tanah bagi mereka adalah sumber kehidupan dan bagian dari akar budaya yang tidak terpisahkan.

β€œDalam hal ini, negara seharusnya mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan melindungi hak-hak mereka,” tambahnya.

Lindungi Sumber Daya Alamnya

Sementara itu, para akademisi juga menegaskan pentingnya dorongan dari kampus sebagai ruang kritis dan intelektual untuk mempercepat proses pengakuan rancangan undang-undang ini.

Dosen Bidang Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ismala Dewi mengatakan bahwa masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya atas keberadaan wilayah adat, termasuk sumber daya alamnya.

β€œKita perlu mendukung penerapan hukum adat dalam menjaga lingkungan hidupnya tersebut. Sehingga, tercipta keberlangsungan ketersediaan air dan lingkungan hidup yang berkelanjutan bagi Masyarakat adat,” ucapnya.

Maka dari itu, perlu untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat guna pemenuhan hak masyarakat adat atas sumber daya alamnya secara berkeadilan.

BACA JUGA: Tak Meredup, Desakan Pengesahan RUU Masyarakat Adat Terus Berlanjut

Selain itu, perspektif kebudayaan juga turut disuarakan sebagai bagian penting dalam pembahasan RUU Masyarakat Adat. Menurut dosen filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Luh Gede Saraswati Putri, pengakuan terhadap masyarakat adat bukan hanya soal hak atas tanah atau wilayah. Namun, juga tentang penghormatan terhadap nilai-nilai hidup, tradisi, serta cara pandang dunia yang diwariskan secara turun temurun.

β€œPengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi krusial karena masyarakat adat adalah penjaga dan pelestari
lingkungan hidup, dengan kearifan lokal yang mampu merawat alam secara berkelanjutan. Komunitas adat
memiliki nilai-nilai budaya yang lestari sebagai identitas bangsa,” ucapnya.

Laksanakan Mandat UUD

Tim Substansi dari Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, Erwin Dwi Kristianto juga menyampaikan bahwa RUU Masyarakat Adat ini merupakan pelaksanaan mandat UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3).

Koalisi berpendapat arah pengaturan RUU tersebut meliputi dua hal utama, yaitu penghormatan, pengakuan, dan perlindungan masyarakat adat, dan hak-hak tradisionalnya. Kemudian, yang kedua adalah melaksanakan harmonisasi regulasi yang karakternya bersyarat, berlapis, parsial, atau sektoral.

Erwin menyebutkan terkait penghormatan, pengakuan, dan perlindungan masyarakat adat dan hak-hak
tradisionalnya, sekurangnya ada lima hal yang harus diatur. Pertama mekanisme pengakuan yang sederhana, memastikan masyarakat adat dapat menjalankan hak-hak tradisionalnya. Selain itu, mengatur kelembagaan yang mengurus, termasuk penyelesaian konflik, mengatur ruang lingkup hak tradisional, dan memastikan hak tersebut bagian dari HAM, dan yang terakhir memberikan restitusi dan rehabiltasi.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top