Jakarta (Greeners) – Greenpeace Indonesia merilis hasil investigasi terkait aktivitas pertambangan batubara di Provinsi Kalimantan Timur yang merusak bentang alam dan mengganggu kualitas air tanah. Dalam laporannya, Greenpeace Indonesia mempublikasikan temuan dan hasil investigasi lapangan yang terkait dampak pertambangan batubara berskala besar yang didanai oleh perusahaan Thailand.
Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Batubara Greenpeace Indonesia memaparkan terdapat dua lokasi investigasi di Kalimantan Timur dan satu lokasi di Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Timur, hasil investigasi tim Greenpeace menemukan adanya daya rusak aktivitas tambang yang berdampak kepada perubahan bentang alam, dimana terjadi banyak danau buatan sebagai dampak dari aktivitas penambangan batubara.
“Bisnis Grup Banpu di Indonesia dijalankan oleh anak perusahaannya, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM), yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. ITM mengontrol sejumlah perusahaan di bumi Kalimantan. Pada tahun 2014, ITM memproduksi 29,1 juta ton batubara untuk dijual secara lokal di Indonesia maupun diekspor ke negara-negara lain, khususnya Thailand,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Rabu (30/03).
Konsesi grup Banpu di Kalimantan Timur hingga saat ini telah mengubah bentang alam, dari hutan dan lahan pangan menjadi danau-danau bekas tambang yang terbengkalai dan tanah gersang dimana masyarakat mengeluhkan kelangkaan air. Sementara itu pada konsesi di Kalimantan Selatan, selain menghancurkan bentang alam, tambang batubara Banpu juga meracuni air.
Menurut Greenpeace, salah satu kasus yang terjadi disebabkan PT Indominco Mandiri, anak perusahaan PT ITM. Demi meningkatkan produksi pertambangannya, perusahaan tersebut berusaha mengalihkan aliran sungai sehingga perusahaan bisa melakukan penambangan di Sungai Santan termasuk anak Sungai Santan, yakni Sungai Kare dan Sungai Pelakan.
“Penurunan kualitas sungai yang ditandai dengan perubahan warna air diikuti juga dengan matinya ikan-ikan yang selama ini menjadi sumber penghidupan ekonomi masyarakat setempat. Semenjak beroperasinya PT Indominco Mandiri di daerah hulu Sungai Santan, warga merasakan kualitas sungai semakin menurun yang memberi dampak langsung bagi kehidupan masyarakat lokal,” tambahnya.
Di sisi lain, Direktur Jendral Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Karliansyah mengatakan bahwa PT Indominco Mandiri pernah mendapatkan peringkat Biru pada Program Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper) tahun 2014. Namun, untuk tahun 2015, hasil Proper PT Indominco tidak diumumkan.
“Iya tidak diumumkan karena ada aduan dari masyarakat dan sedang berada di bawah kendali penegakan hukum,” jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) sebagai induk dari PT Indominco, yang coba dihubungi oleh Greeners, masih belum memberikan konfirmasi.
Penulis: Danny Kosasih