Greenpeace Kembalikan Ribuan Sampah Saset ke Unilever

Reading time: 2 menit
Aktivis Greenpeace mengembalikan ribuan sampah saset ke Unilever. Foto: Greenpeace Indonesia.
Aktivis Greenpeace mengembalikan ribuan sampah saset ke Unilever. Foto: Greenpeace Indonesia.

Jakarta (Greeners) – Setelah melakukan pengumpulan sampah khusus brand Unilever selama satu minggu, sejumlah aktivis Greenpeace mengembalikan ribuan sampah saset tersebut ke Unilever. Aksi ini bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban Unilever untuk mengambil dan mengolah kembali sampah plastik yang telah mereka hasilkan.

Menurut laporan audit merek (brand audit) dalam lima tahun terakhir, Unilever merupakan salah satu perusahaan FMCG terbesar yang selalu masuk ke dalam daftar pencemar tertinggi. Daftar tersebut tercatat baik secara nasional maupun global.

Audit merek telah dilakukan di 4 negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hasil dari audit tersebut mendapati Unilever sebagai pencemar teratas dengan jumlah total kemasan plastik sekali pakai sebanyak 1.851.

BACA JUGA: Biasakan Guna Ulang, Tahun 2030 Larang Penggunaan Plastik Sekali Pakai

Secara global, Unilever memproduksi saset dan berencana akan menjual 53 miliar saset tahun ini. Jumlah tersebut setara dengan 1700 saset per detik.

Saat ini, Unilever global sedang membatalkan komitmen sebelumnya untuk mengurangi penggunaan plastik murni sebesar 50% pada tahun 2025. Target yang diperbarui kini berfokus pada pengurangan penggunaan plastik murni sebesar 30% pada tahun 2026.

Tanggung jawab produsen atas sampah dan secara khusus tentang saset tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Peraturan itu mewajibkan produsen, salah satunya industri manufaktur, untuk membuat peta jalan pengurangan sampah dari kemasannya sebesar 30%.

Plastic Project Lead Greenpeace Indonesia, Ibar Akbar mengatakan bahwa kini sudah saatnya menagih tanggung jawab Unilever. Sebagai salah satu produsen FMCG terbesar di dunia, Greenpeace meminta Unilever untuk serius menjalani komitmen pengurangan produk plastik.

“Kami mendesak mereka untuk membuka peta jalan pengurangan sampahnya,” ujar Ibar saat aksi di di depan Graha Unilever, Kamis (20/6).

Aktivis Greenpeace mengembalikan ribuan sampah saset ke Unilever. Foto: Greenpeace Indonesia.

Aktivis Greenpeace mengembalikan ribuan sampah saset ke Unilever. Foto: Greenpeace Indonesia.

Sampah Saset Cemari Lingkungan

Mengacu pada Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, hingga saat ini baru sebanyak 18 produsen yang melakukan pilot project dari 42 produsen yang telah mempunyai dokumen peta jalan.

Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 ini telah memerintahkan penghapusan kemasan saset di bawah 50 ml. Tetapi, lanjut Ibar, tanpa adanya komitmen pengurangan produksi dan transparansi kemajuan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, sampah saset akan terus mencemari dan membebani lingkungan.

Laporan audit saset juga telah menunjukkan bahwa Unilever dan produsen FMCG lainnya terus menyumbang sampah plastik terbanyak. Brand audit saset ini melibatkan 25 organisasi di 4 negara di Asia. Laporan itu dibuat untuk melihat persebaran penjualan kemasan saset di negara-negara Asia.

BACA JUGA: Perluas Pembatasan Plastik Kresek di Pasar Tradisional Peraih Adipura

Bagi Asia Tenggara sendiri, konsumsi saset hampir mencapai separuh dari pangsa global dengan proyeksi mencapai angka 1,3 triliun saset terjual setiap tahunnya pada tahun 2027.

Ibar menambahkan, perjanjian plastik global yang sedang berlangsung proses negosiasinya antara negara anggota, menjadi satu-satunya peluang seumur hidup untuk mengatasi krisis plastik.

“Maka, sangat penting untuk memiliki perjanjian plastik global yang kuat dan ambisius. Hal itu untuk mengurangi produksi plastik dan mendorong beralihnya bisnis plastik sekali pakai ke sistem guna ulang,” ujar Ibar.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top