Nusa Dua (Greeners) – Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla memberikan pandangan Indonesia mengenai pengelolaan ekonomi berkelanjutan pada sektor maritim di hadapan ratusan peneliti, aktivis, pelaku industri dan berbagai pemangku kepentingan dari sektor kelautan pada acara World Ocean Summit 2017 di Bali.
Menanggapi paparan tersebut, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution menilai, paparan yang disampaikan oleh Wakil Presiden dan Menko Maritim masih belum berani membuka apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia pada forum internasional. Menurut Arifsyah, banyak persoalan kelautan yang masih belum diperhatikan oleh pemerintah. Ia memberi contoh dua hal yang masih dalam sorotan publik seperti proyek reklamasi teluk Jakarta dan Tanjung Benoa, Bali, untuk kepentingan properti.
“Masih banyak juga proyek tambang di pulau-pulau kecil yang berlangsung, dan kasus di Pulau Bangka bahkan berada di kawasan coral triangle. Ini sudah menunjukkan kalau pemerintah tidak punya proyeksi bagaimana mengelola sumber daya kelautan yang berkelanjutan. Karena tidak mungkin bisa berdampingan tambang dan pariwisata,” katanya saat ditemui di sela-sela pelaksanaan World Ocean Summit 2017 di Nusa Dua, Bali, Kamis (23/02).
BACA JUGA: Jusuf Kalla: Pembangunan Maritim Indonesia Perlu Konektivitas
Arifsyah meminta pemerintah untuk bisa menjalankan komitmennya karena apa yang dipaparkan oleh Menko Maritim bukanlah program-program baru, melainkan program lama yang komitmennya banyak yang belum berjalan. Lebih jauh, ia juga berharap pemerintah menghentikan proyek reklamasi baru, baik untuk pelabuhan maupun properti.
“Tidak ada yang baru dari pendekatan pengelolaan laut yang berkelanjutan yang dipaparkan pemerintah ini. Jadi memang lebih baik jalankan saja dulu komitmen-komitmen yang terdahulu,” terangnya.
Sebelumnya, dalam panel tanya jawab, Jusuf Kalla memaparkan pengelolaan laut Indonesia yang saat ini sedang dijalankan. Ia juga menyatakan bahwa pengelolaan laut yang berkelanjutan perlu didukung dengan penegakan hukum yang kuat. Indonesia sendiri telah menunjukkan hal tersebut melalui sikap tegasnya terhadap semua tindakan penyimpangan di sektor perikanan atau illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF).
“Pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar terhadap sektor maritim. Karena memang sektor maritim telah berkontribusi sebesar 20 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan bahkan menyediakan 11 persen lapangan pekerjaan di seluruh Indonesia. Akan bahaya jika kita kehilangan (kontribusi) itu,” kata Jusuf Kalla.
BACA JUGA: World Ocean Summit 2017, Indonesia Juga Menaruh Perhatian pada Isu Kelautan
Pada kesempatan yang sama, Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan juga memaparkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang 70 persen wilayahnya didominasi oleh lautan. Karena luasnya wilayah Indonesia, tidak mudah untuk mengelola negara dengan ragam budaya, agama dan adat yang terdapat di dalamnya.
“Saat ini Indonesia telah berhasil dan masih terus berjuang melawan illegal fishing, perompak bersenjata, dan lainnya yang mengancam keberlanjutan ekosistem laut. Hal ini perlu terus dilakukan, karena di dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, isu lingkungan juga perlu jadi perhatian khusus,” tambahnya.
Terkait reklamasi, Luhut meminta kepada semua pihak untuk tidak selalu berburuk sangka. Apalagi dua program reklamasi yang sedang mendapat banyak perhatian, yaitu tanjung Benoa dan teluk Jakarta masih dalam kajian. Dalam aspek teknis, terusnya, studi untuk reklamasi teluk Jakarta sudah dilakukan sejak lama oleh port of rotterdam.
“Untuk Bali mungkin kajiannya bulan depan sudah keluar. Ini dilakukan untuk kita melindungi Bali juga. Kalau Jakarta harusnya sih sudah bisa keluar kajiannya. Ini semua juga untuk keberlangsungan lingkungan kita. Jadi jangan banyak berburuk sangka,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih