Dukungan positif tentu layak dialamatkan pada gerakan-gerakan yang membangkitkan kepedulian lingkungan. Ambil contoh, gerakan Bike to Work. Dan yang cukup anyar ialah gerakan Earth Hour, yaitu sebuah kampanye internasional tahunan yang digelar oleh WWF untuk memadamkan lampu dan peralatan listrik yang tidak diperlukan selama satu jam demi mengurangi risiko pemanasan global.
Kabar menggembirakan dalam Earth Hour 2009 ini, yaitu yang berpartisipasi semakin meningkat. Sekitar 88 negara dan lebih dari 4.000 kota bergabung dengan Earth Hour 2009, naik dibandingkan pada Earth Hour 2008 yang hanya 35 negara. Tujuan Earth Hour 2009 ialah meraih dukungan sebanyak-banyaknya menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB 2009 di Kopenhagen, Denmark, yang akan menentukan apakah sebuah protokol baru bisa disepakati melanjutkan komitmen Protokol Kyoto yang segera kadaluarsa pada 2012 nanti.
Apakah para politisi yang mengaku mendukung kelestarian lingkungan akan mematikan AC di ruangannya atau berangkat ke kantor dengan bersepeda?
Dalam situs www.earthour.com, ada kalimat pengantar kampanye yang cukup menggugah, Switching off your lights is a vote for earth, or leaving them on is a vote for global warming. Ya, “vote” menjadi kata kunci kampanye pembangkitan kesadaran ini, alih-alih kata-kata seperti “ayo” atau “marilah” yang cenderung basi. Di Indonesia, tampaknya kampanye ini ditanggapi secara dingin saja. Hanya Jakarta yang menerapkan secara resmi pemberlakukan earth hour. Mungkin itu dikarenakan sosialisasi kepada masyarakat yang minim atau mungkin pemerintah setempat pun tidak memberi contoh.
Terlepas dari seberapa signifikan earth hour mengurangi dampak pemanasan global, seharusnya setiap individu sadar bahwa isu sepenting pemanasan global tak layak dianggap sekadar angin lalu. Setiap orang bisa mengambil upaya untuk lebih ramah lingkungan dan sedemikian rupa membuat efek domino atas kepedulian lingkungan menjadi lebih menggurita. Tidak harus di tempat yang jauh, tapi bisa bermula dari lingkungan terdekat. Tidak melulu harus bertindak “besar”, hal “kecil” yang setia dilakukan pun akan sangat berkontribusi besar.
Jika kita ingin berperilaku hijau, coba cek kembali, jangan-jangan kita masih sering tertidur dengan televisi tetap menyala. Kita berpartisipasi dalam gerakan hebat menanam sekian juta pohon, misalnya. Namun demikian, masalah kelanjutan perawatan dari pohon-pohon tersebut terbengkalai. Kita menyelenggarakan acara bertema kepedulian lingkungan, tetapi acara berakhir dengan segunung sampah tanpa dikelola lebih lanjut. Patut pula dicamkan oleh kalangan industri bahwa tidak ada bisnis yang dapat dilakukan di planet yang mati.
Kini kita memang sedang menghadapi persoalan lingkungan yang mengancam kehidupan. Tak hanya di masa mendatang, tetapi saat ini juga. Tak hanya bagi sebagian, tetapi semua orang. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menemukan kembali kesadaran ekologis bahwa Bumi kita adalah satu. Dan satu-satunya cara untuk dapat bertahan dan mendapatkan kualitas hidup yang baik ialah bergandeng tangan bersama dengan penduduk Bumi lain untuk berbuat sesuatu. (end)